Ada yang aneh dengan matahari pagi ini. Ia begitu dekat,
padahal jarum jam belum mendekati pukul 10. Saya ingat hari ini ada momen yang
sakral. Seorang perempuan yang dulunya penenun jingga sekarang akan menenun cahaya. Dia akan menikah. Apakah matahari juga
ingin melihatnya dari dekat? Ah, matahari yang tak tahu diri, pikirku.
Saya mengendarai sepeda motor dengan terburu-buru pagi itu.
Takut akan melewatkan momen yang banyak orang harapkan hanya terjadi sekali
seumur hidup. Di kepalaku tiba-tiba saja terjadi benturan aneh. Kalau memang ini
membahagiakan, kenapa banyak orang yang berharap ini hanya terjadi sekali? Saya
tertawa kecil. Menertawai pemikiran aneh barusan. Kalau pasanganku kelak
membaca ini pasti saya sudah digantung di tiang bendera. Motorku sampai lebih
dulu daripada isi pikiranku yang konyol.
Suasana begitu ramai. Tidak seperti biasa memang. Mesjid sepagi ini ramai dengan anak-anak berpakaian seragam dan ibu-ibu yang memakai kebaya. Tak kalah dengan para kaum adam yang ingin terlihat lebih gentle dari biasanya dengan setelan jas hitam dan juga kemeja batik. Tapi dari sekian banyak orang yang bergumul di sana. Mataku terpaku pada seorang lelaki di tengah ruangan. Dia memakai pakaian berwarna putih dengan renda yang memanjakan mata. Lelaki yang beruntung.
Suasana begitu ramai. Tidak seperti biasa memang. Mesjid sepagi ini ramai dengan anak-anak berpakaian seragam dan ibu-ibu yang memakai kebaya. Tak kalah dengan para kaum adam yang ingin terlihat lebih gentle dari biasanya dengan setelan jas hitam dan juga kemeja batik. Tapi dari sekian banyak orang yang bergumul di sana. Mataku terpaku pada seorang lelaki di tengah ruangan. Dia memakai pakaian berwarna putih dengan renda yang memanjakan mata. Lelaki yang beruntung.
Lelaki yang lebih tinggi dari saya itu sedang disidang. Suaranya lantang mengikuti apa yang dikatakan penghulu. Tak ada keraguan dari suaranya. Begitu lancar. Sungguh, lelaki ini begitu istimewa hari ini. Entah berapa banyak rapalan doa yang dikirimkannya semalam.
Saya merinding di detik itu. Saat orang-orang mengucapkan kata ‘Sah!’ secara bersamaan.
Langit dan bumi seperti sedang bergemuruh dalam bahasa sederhana, yang lebih bisa dimengerti dengan hati.
Tak lama kemudian seorang perempuan keluar dari sebuah
ruangan, dijemput oleh lelaki itu. Perempuan penenun jingga itu terlihat
berbeda dari biasanya. Dengan gaun berwarna putih dan make up yang sedikit
tebal. Perempuan itu tersenyum sambil tersipu malu. Ribuan mata sedang
melihat ke arahnya sekarang. Sepasang mata yang menggandeng tangannya tak terkecuali.
Mungkin, itu yang membuat wajahnya merona jingga. Perempuan yang beruntung.
Ada kesedihan yang dikubur di taman, ada air mata yang
menyuburi setiap pipi di ruangan ini. Tangis haru pecah dan kebahagiaan tumbuh
di mana-mana. Harapan, doa-doa, cinta, puisi, dan impian-impian baru
kemudian berserakan di lantai lalu sekelebat memuai terperangkap dalam jaring-jaring udara dan terbang ke langit. Tempat di mana
segala hal memang seharusnya tertanam.
“Wajah mereka hampir mirip. Orang tua saya juga wajahnya
hampir mirip. Muka jodoh memang.” Kata seorang lelaki di sebelah saya membuka
obrolan. Saya hanya tersenyum sembari mengiyakan kata-katanya barusan.
Saya sempat membacakan kalian sebuah puisi hari ini. Para
senior dan junior begitu kompak mengerjai saya. Entah kenapa saya terpengaruh
kali ini. Dengan tergagap-gagap saya membaca puisi untuk kalian. Maaf, baru
kali ini saya membaca puisi di depan banyak orang. Tapi sungguh, saya senang
sekali setelah membacanya. Walaupun terasa kacau balau, saya merasa sedikit
lega karena telah mewakili beberapa teman untuk memberi kalian sebuah hadiah
kecil siang itu, selain doa tentunya.
Saya hanya ingin mengaminkan segala doa yang baik untuk kalian.
Ada orang yang pernah bilang pada saya, kalau hal paling menyenangkan di dunia ini adalah bisa mencintai orang yang sama tiap pagi. O, ya, tentu itu bukan hal yang mustahil untuk kalian. Aamiin ya rabbal 'alamin.
Ada orang yang pernah bilang pada saya, kalau hal paling menyenangkan di dunia ini adalah bisa mencintai orang yang sama tiap pagi. O, ya, tentu itu bukan hal yang mustahil untuk kalian. Aamiin ya rabbal 'alamin.
man shabara zharira.
siapa yang bersabar akan beruntung.― La Tahzan
![]() |
mas Syafaat dan kak Awa |
![]() |
Ekspresi anak kecil disamping saya, cukup menjelaskan isinya -__-" |
![]() |
es krim, tuan rumah paling tahu memanjakan lidah kami ( bloofers ) #destak |