Semua ini hanya terjadi dalam sebuah sajak yang sentimentil. Yakni ketika pasang berakhir, dan aku menggerutu, “masih tersisa harum lehermu”; dan kau tak menyahutku. Di pantai, tepi memang tinggal terumbu, hijau (mungkin kelabu). Angin amis. Dan di laut susut itu, aku tahu, tak ada lagi jejakmu. Berarti pagi telah mengantar kau kembali, pulang dari sebuah dongeng tentang jin yang memperkosa putri yang semalam mungkin kubayangkan untukmu, tanpa tercatat, meskipun pada pasir gelap. Bukankah matahari telah bersalin dan melahirkan kenyataan yang agak lain? Dan sebuah jadwal lain? Dan sebuah ranjang & ruang rutin, yang setia, seperti sebuah gambar keluarga (di mana kita, berdua, tak pernah ada)? Tidak a...