tag:blogger.com,1999:blog-24963052418454257912024-03-20T02:20:21.981+08:00Infinity Atmospherelet's be human, here.Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.comBlogger110125tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-67614256148660060102014-09-01T11:38:00.001+08:002014-09-01T14:09:31.551+08:00pedang<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPqWnSkga7Lai4YiQezGbHzItEKtK1aWM0Z0Q-jmbJrOBnjDkbZXYPfRZL9EDMcRv7751SLtQS2_gu8fMCASd-5PRK1EW_JwhOVUJrn4hh5uwpGx99tN4bZ5CP6OFpaB08ASNuv4zI5fU/s1600/tumblr_m9ugfylaFm1qhttpto3_1280.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPqWnSkga7Lai4YiQezGbHzItEKtK1aWM0Z0Q-jmbJrOBnjDkbZXYPfRZL9EDMcRv7751SLtQS2_gu8fMCASd-5PRK1EW_JwhOVUJrn4hh5uwpGx99tN4bZ5CP6OFpaB08ASNuv4zI5fU/s1600/tumblr_m9ugfylaFm1qhttpto3_1280.jpg" height="400" width="317" /></span></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">ilustrasi oleh <a href="http://www.jamesjean.com/">james jean</a></span></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jujur itu membuatmu bisa bernafas lebih lega. Kau tahu
kenapa? Karena apa yang ada di depan sana begitu misterius. Segala hal yang
menurut kita telah tersusun rapi bisa porak poranda seketika. Begitu saja.
Tanpa rencana. Tak terduga. Dan ketika saatnya tiba, kau bisa mengetuk pintu
itu dengan perasaan yang lebih tenang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />
Kau malu karena telah berterus terang? Tak apa, yang ada dalam gelap, yang
hanya bisa diraba-raba oleh asumsi sebenarnya lebih punya banyak malu karena
tak berani menampakkan wujudnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sungguh, dengan berkata yang sebenarnya padahal kau
bisa saja bilang sebaliknya—itu lebih baik daripada menutupi kebenaran. Kau
bisa saja membohongi orang lain dan berkata hal-hal yang ingin didengarkan oleh
mereka. Sudahlah, hatimu itu jangan ditambah lagi gelapnya. Kau bukan orang
jujur, tapi kau selalu mencoba untuk jujur. Karena kau tahu, munafik itu hanya
untuk orang-orang yang kurang piknik.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Kata-kata itu pedang, sekali terhunus siapa saja bisa
terluka. Tapi pedang yang baik, sejak dulu kala digunakan Kesatria untuk melindungi sang Putri. Kalau saja beberapa orang bisa paham tentang itu.</span><o:p></o:p></div>
</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com13tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-34933523218671198212014-03-06T12:12:00.002+08:002014-08-14T15:11:59.009+08:00Arus Waktu<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJqj7nAucIga9OZTTLOXjyECMeeLbosID6r_xTCW9PORgJMtVvYbW1NbZXWjs7DTfbm06iU52xrvgs1zBGIZtflzA9rBJCrNLkCGpD0E824O6_29Sd73cM4mDcJGaSPekTWq6JrAzZlMg/s1600/Everyone%E2%80%99s+Talking+About+What+This+Shy+Photographer+Did.+When+You+See+This,+You%E2%80%99ll+Understand+Why..jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJqj7nAucIga9OZTTLOXjyECMeeLbosID6r_xTCW9PORgJMtVvYbW1NbZXWjs7DTfbm06iU52xrvgs1zBGIZtflzA9rBJCrNLkCGpD0E824O6_29Sd73cM4mDcJGaSPekTWq6JrAzZlMg/s1600/Everyone%E2%80%99s+Talking+About+What+This+Shy+Photographer+Did.+When+You+See+This,+You%E2%80%99ll+Understand+Why..jpg" height="318" width="400" /></span></a></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tuan, begitulah kenyataan hidup yang kita hadapi setiap
waktu. Tak ada yang benar-benar pasti. Segalanya memang harus berubah, entah
suka atau tidak. Kau harus sadar dan bisa menelan dengan baik semua kata-kataku
kali ini. Tapi jangan ditelan mentahmentah semuanya. Sisakan sedikit di lidahmu,
agar kelak kau bisa ingat dengan baik bagaimana rasanya berada di titik itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Saya pernah mendengarnya sekali, katanya hidup ini hanyalah
persoalan pasang dan surut. Kau bisa berada di atas tapi sedetik kemudian bisa tersungkur
di bawah. Waktu dan kemungkinan selalu saja tak punya hal lain untuk
diperdebatkan panjang lebar selain nasib buruk. Tapi saya selalu percaya, tak
ada kehidupan yang berada di atas atau di bawah, seringkali kehidupan ini hanya
berjalan dengan cara yang berbeda. Dengan cara yang tak pernah benar-benar kita
mengerti.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Istirahatkan sedikit kaki-kakimu yang telah berlari terlalu
jauh, Tuan. Kau telah melewatkan banyak hal. Terburu-buru membuatmu tidak cermat lagi melihat sekitar. Kau juga tahu, Ada banyak hal yang harus diselesaikan hari ini, tapi bukan lagi soal rutinitas. Ada yang harus dibangun esoknya, tapi bukan tentang nama baik. Ada begitu banyak hal yang harus dipelajari, tapi bukan lagi tentang dunia.</span></div>
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />
<o:p></o:p>
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Jangan terlalu sering berlari, berjalan saja dan
nikmati setiap perjalanan yang ada di atas bumi. Apa yang mau kau kejar di depan sana? Takut
disikut oleh pesaingmu yang lain? Ataukah kau merasa kematian tak lama lagi? Lihat,
kau telah melewati angka dua puluh, itu kabar baik. Berarti Tuhan masih punya
rencana lain untukmu. Kau masih punya alasan dipinjami kehidupan yang berharga
itu. Kabar buruknya, kau juga selalu punya alasan pembenaran lain untuk setiap kesalahan. Itu tak baik, kau sering lupa.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Akan kutemani kau berjalan, Tuan. Saat terik di hutan belantara atau saat malam gelisah pada sebuah kota yang disoroti lampu-lampu jalanan dan besi-besi yang berdesakan bersaing menantang waktu. Tentu saja mereka selalu kalah dan merasa telah mengalahkan arus waktu itu. Sekali lagi, setiap hari yang terus berulang kita pun hanyut bersamanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Dengan penuh hormat,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br />
Bayangan.</span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-59920590292901139592014-02-20T18:12:00.000+08:002014-02-21T11:52:34.242+08:00Teras Rumah<m:smallfrac m:val="off"> <m:dispdef> <m:lmargin m:val="0"> <m:rmargin m:val="0"> <m:defjc m:val="centerGroup"> <m:wrapindent m:val="1440"> <m:intlim m:val="subSup"> <m:narylim m:val="undOvr"> </m:narylim></m:intlim> </m:wrapindent> </m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCfBpwpfQjS5OrqTP2ZD6Lrc1jD8MX4NGin2500vO-G-lUgeRQ3nyhIlqDKGQBYVC78GSKhlAG2pr82Sa1Ck9cogA3MxcPyyfD-Zmqc55fZL_YvwzwutDoSDFAOQOn4iz1m4Ktbs3JcUY/s1600/3fbabe9422cabd2a2d1a07ea80429b9a.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhCfBpwpfQjS5OrqTP2ZD6Lrc1jD8MX4NGin2500vO-G-lUgeRQ3nyhIlqDKGQBYVC78GSKhlAG2pr82Sa1Ck9cogA3MxcPyyfD-Zmqc55fZL_YvwzwutDoSDFAOQOn4iz1m4Ktbs3JcUY/s1600/3fbabe9422cabd2a2d1a07ea80429b9a.jpg" height="320" width="269" /></a></div>
<br />
Ini memang pertama kalinya aku mengayuh sepeda dengan nafas tersengal-sengal. Rasanya seperti kembali ke masa waktu sekolah dulu. Aku ini pembalap yang handal sewaktu masih memakai seragam sekolah lusuh tiap pulang sekolah. Tapi usia mungkin terlalu banyak mengenyangkan masa kecilku.<br />
<br />
“Bisa lebih cepat, Mas? Kita bisa terlambat,” katamu sambil menepuk pundakku.<br />
<br />
Tanganmu yang lain memegangi pinggangku dengan kuat, angin menerpa wajah kita yang semringah. Jalan kota jadi terasa asing, padahal ini tempat kelahiranku. Pamflet pinggir jalan, penjual bakso, gedung perkantoran, museum tua, lapangan sepakbola yang tampak sudah direnovasi beberapa kali. Entah kenapa saat kita berdua, hal-hal biasa yang kulihat ataupun kulakukan menjadi seperti sebuah pengalaman pertama kali. Barangkali, segala hal ini yang kuharapkan tentang kita dari dulu. Berdua menghadapi getirnya kehidupan dengan tawa.<br />
<br />
“Iya, tapi pegangannya lebih kuat, ini masih bisa lebih cepat kalau kamu nantanganin.” Kau tiba-tiba mencubitku pelan. Aku tersenyum juga pelan. Dengan sisa tenaga dan debar jantungku yang rasanya lebih riuh dari suara lokomotif harusnya aku masih bisa melewati beberapa puluh kelokan lagi.<br />
<br />
Awalnya aku ingin memanggil taksi saja untuk kita, tapi katamu itu terlalu boros. Uangnya masih bisa kita pakai untuk bayar tagihan listrik atau air. Kau memang perempuan yang pandai mengatur keuangan dan tahu memprioritaskan sesuatu. Seringkali malah aku yang tidak bisa menahan diri untuk membelikanmu sesuatu. Entahlah, kupikir membuatmu senang tak ada salahnya. Tapi sekarang, kita lebih memilih untuk mementingkan keluarga kecil ini daripada kebahagiaan kita masing-masing. Aku menurut saja.<br />
<br />
Motorku memang harusnya sudah dimuseumkan dari dulu, mogoknya sudah keterlaluan. Apa boleh buat, uangku belum cukup untuk beli motor baru lagi. Andai saja bukan karena banjir bandang tempo hari, uang kita tak perlu habis untuk merenovasi rumah. Tapi aku mengerti dan selalu ingat kata-katamu, semua hal terjadi karena sebuah alasan, boleh jadi alasan itu kita tidak mengerti sekarang ini, boleh jadi waktu yang akan menjelaskannya untuk kita, toh semua kejadian akan kembali pada muasal segala kejadian.<br />
<br />
“Tidak apa-apa mas, pakai sepedaku saja. Ini kan juga sepeda dari kamu.” Kau memegangi pundakku sambil tersenyum, matamu yang teduh selalu membuatku lebih tenang. Hari ini putri kita akan memainkan sebuah teater di sekolahnya, kita harus hadir. Kalau tidak, dia bisa kecewa mengira orang tuanya tidak peduli padanya. Biarpun dia anak tiriku, aku sebenar-benarnya menyayanginya sepertimu.<br />
<br />
“Nah sudah sampai, tapi sepertinya kamu masuk duluan. Bajuku basah gara-gara keringat, biar kena angin dulu supaya cepat kering.” Kataku sambil membuka satu kancing baju paling atas.<br />
<br />
“Ini, aku tahu kamu akan basah karena mengayuh sepeda. Jadi aku bawa kemeja cadangan.” Kau menyodorkan kemeja berwarna langit biru dengan garis vertikal. Itu kesukaanku. Aku kaget bukan kepalang, kamu memang istri yang penuh kejutan.<br />
<br />
Setelah mengganti baju di toilet, kita masuk bersama ke Aula. Tanpa pernah canggung, tanganmu menggandeng lenganku. Tak lama kemudian anak kita yang sedari tadi menengok ke pintu masuk tiba-tiba memanggil kita dengan panggilan yang kusuka sekali.<br />
“Ibu,.. ibu,.. ayah,.. sini tempat duduknya sudah disiapin khusus buat orang tua murid.” Dia begitu bahagia saat melihat kita. Sambil menarik tanganku, anak kecil bandel itu tidak berhenti mengoceh. Katanya, aku harus banyak ambil fotonya sewaktu di atas panggung.<br />
<br />
Setelah satu jam lebih menonton pertunjukan sederhana dari anak-anak kecil di atas panggung. Kita bertiga kemudian pulang bersama. Si kecil Kiana duduk di depan. Sedang kau masih di belakangku memeluk dengan erat. Jalan kota yang terasa asing, ah lagi-lagi.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
Sore itu kita duduk berdua di teras rumah menikmati halaman sederhana kita yang tak terlalu besar. Kau suka menanam bunga. Aku sangat menikmati pemandangannya. Kiana tiba-tiba melompat dan mengagetkanku. Anak bandel itu terus saja bercerita tentang hari ini. Dia duduk di pangkuanku sambil memelukku dengan erat. Kau bersandar di pundakku sambil melilitkan tanganmu pada lenganku. Tuhan, barangkali itu moment yang ingin kubekukan kalau bisa. Seumur hidup.<br />
<br />
Sudah tiga tahun aku menjadi suamimu, bekerja sebagai karyawan di perusahaan swasta dan membeli rumah sederhana dari hasil tabunganku sendiri. Aku masih tidak percaya kalau kau akan menjadi istriku, sungguh. Padahal sembilan tahun lalu aku begitu tergila-gila padamu. Dari kelas satu sampai tiga SMA, aku menaruh hati padamu. Tapi sayang, kau menyukai orang lain waktu itu. Saat di bangku kuliah pun kebetulan kita ada di Fakultas yang sama, kau memang sudah putus dengan pacarmu semasa sekolah dulu. Lagi-lagi sayang, senior kita sudah menjadi kekasihmu.<br />
<br />
Aku hanya menyimpan semua perasaan itu seorang diri. Tanpa pernah berani berharap lebih atau terlalu tinggi. Semisalnya saja setiap kau berbicara padaku, aku hanya menjawab dengan apa adanya seakan tak pernah tertarik padamu. Barangkali itu akting terbaikku. Tentu, aku ini pandai berpura-pura tak mencintaimu.<br />
<br />
Yah, begitulah seterusnya sampai kita lulus, kau menikah dan punya seorang putri yang sangat lucu. Aku hanya bisa mendoakan kebahagiaanmu tanpa pernah peduli dengan perasaan ini. Berbalas atau tidak pun aku tak ambil pusing. Aku juga tak pernah tertarik dengan perempuan lain. Mereka memang cantik-cantik, tapi itu tak menjamin mereka akan suka dengan lelaki sederhana macam aku. Tahu biaya perawatan mereka saja sempat membuatku tertawa dengan kecut.<br />
<br />
Pernikahanmu hanya berjalan dua tahun. Sampai saat kau telah melahirkan Kania, kau baru tahu suamimu menikah lagi tanpa izinmu. Awalnya berjalan lancar, kau bisa menerimanya. Tapi ternyata hidup ini tak mengenal orang baik atau jahat. Cobaan selalu saja menerpa tanpa pandang bulu. Dan singkat cerita kalian bercerai. Kau kembali ke rumah orang tuamu.<br />
<br />
Setahun kemudian, entah takdir macam apa ini. Entah cinta gila macam apa ini. Kita bertemu lagi di sebuah Kafe Mall saat kau istirahat setelah berbelanja dengan ibumu. Kau menyapaku duluan, lalu tiba-tiba saja sebuah kembang api tahun baru menggelegar di langit-langit lidahku. Hampir mati rasa dan tak tahu ingin mengatakan apa. Aktingku untuk berpura-pura tidak mencintaimu jadi sangat buruk. Aku salah tingkah.<br />
<br />
Setelah pertemuan itu, aku diberitahu seorang teman kalau kau seorang single-parent sekarang. Dan hari-hari selanjutnya adalah sebuah perjuangan melawan rasa takut dan asumsiku sendiri. Kita mulai saling mengenal lebih dekat. Tentu saja, aku lebih sering main ke rumahmu karena merasa tidak enak mengajakmu jalan ke luar. Aku juga mulai dekat dengan Ibumu.<br />
<br />
Teras rumahmu, menjadi saksi bisu tentang keluguan dua anak remaja yang terperangkap di tubuh orang dewasa. Rahasia dibongkar muat dari pikiran kita.<br />
<br />
“Kenapa bukan dari dulu, Rid?” Tanyamu saat mengetahui semua yang kusembunyikan selama ini.<br />
<br />
“Entahlah Tan, kamu perempuan yang terlalu sempurna di mataku. Aku mana berani..”<br />
Kalimat itu terdengar sangat picisan sekali. Ya, Aku tahu. Rasanya hanya itu kata-kata yang cukup menjelaskan beberapa tahun terakhir setelah pernikahanmu dan aku masih mendapati diriku yang mencintaimu seperti saat sekolah dulu.<br />
<br />
“Kamu, harusnya lebih berani saat kita SMA dulu..”<br />
<br />
“Maaf, aku masih ingin memperbaiki semuanya. Kalaupun kita mulai dari awal lagi, aku masih,..”<br />
<br />
“Tapi,.. aku kan.."<br />
Aku memelukmu, itu pelukan pertama setelah bertahun-tahun menunggu. Pelukan yang membebaskan segala beban di dadaku. Waktu terasa membeku di ujung mataku. Segala yang terjadi hari itu akupun tak mau tahu, mungkin saja tetanggamu melihat, atau barangkali ibumu tiba-tiba keluar atau barangkali yang lain bisa saja kau menepis pelukanku. Tapi tak terjadi apa-apa dalam waktu 5 detik yang terlalu cepat dalam hidupku itu, selain kalimat penutup tentang masa lalu.<br />
<br />
“Sudah, jangan pikirkan itu lagi. Yang terpenting adalah kita dan si kecil Kiana sekarang.” Kataku.<br />
<br />
Sampai akhirnya, kita telah sampai di sini.<br />
Di teras rumah kita sendiri.<br />
Itu melegakan dan aku tak ingin kemana-mana lagi selain bersamamu.<br />
<br />
Aku tidak tahu bagaimana takdir disusun oleh-Nya. Jelas, tak ada yang pernah tahu bagaimana. Tapi, aku masih percaya seandainya dulu aku lebih berani mengatakannya. Mungkin, aku tidak perlu membuat Tania bersedih dan menanggung semuanya ini sendirian. Ataukah, memang semua hal punya waktunya masing-masing?<br />
<br />
Sore itu, Kiana tertidur di pangkuanku. Tehku tak kunjung habis.</div>
</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-57060543657455763942013-10-03T16:59:00.002+08:002013-10-11T00:00:55.103+08:00Pengamat<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6D9JdAGFw_XNaFqgj2jDiXMF5kOCsgfRRfT_phU00ptx12X6bTbxnJiSPkpDxoT34mkZ5ibaFu-bxFiwUh_lio73uxPzqKgL9ANLXdOtmAQouwolacOSphOxOKyR3COQTG1B81ivpD4I/s1600/Untitled.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="297" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg6D9JdAGFw_XNaFqgj2jDiXMF5kOCsgfRRfT_phU00ptx12X6bTbxnJiSPkpDxoT34mkZ5ibaFu-bxFiwUh_lio73uxPzqKgL9ANLXdOtmAQouwolacOSphOxOKyR3COQTG1B81ivpD4I/s400/Untitled.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">...</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i>Engkau adalah salah satu rahasia baik di pikirannya.</i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i>Seperti halnya perbuatan baik,</i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i> ia harus dirahasiakan agar berkali lipat baiknya.</i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i><br /></i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i>Engkau hanya perlu ada.</i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i>Tanpa harus mengerti tentang apa segala ini.</i></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<i>debar yang men(y)enangkan .</i></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com14tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-59128624149820930402013-10-01T10:05:00.000+08:002013-10-02T10:09:51.873+08:00permulaan<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK3a_a4MUwKVw9BuGoAxbDQXoLcwZ3yZgHC7iSJ5t7hLg-Yo-c4s1i5xX0AfvJmj15X520s22m_I81WkKsD7EEdUCgIYriE9YYem5Fpb1KGrhgQZLvK7IPGfERvpdmVKJTYBGgN3gnHS0/s1600/Men-Drawings-l.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgK3a_a4MUwKVw9BuGoAxbDQXoLcwZ3yZgHC7iSJ5t7hLg-Yo-c4s1i5xX0AfvJmj15X520s22m_I81WkKsD7EEdUCgIYriE9YYem5Fpb1KGrhgQZLvK7IPGfERvpdmVKJTYBGgN3gnHS0/s400/Men-Drawings-l.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict from <a href="http://www.twitrcovers.com/">here</a></td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;">
Akhir-akhir ini pikiran saya sering diserang rasa bersalah. Barangkali, karena sudah jarang menulis. Sekalipun yang saya tulis kebanyakan omong kosong, ternyata benar-benar butuh waktu kosong agar saya bisa menulis sesuatu di tempat ini. Selain alasan karena laptop yang rusak tak berdaya lagi, ada kesibukan lain yang akhirnya membuat pikiran saya menjadi punya lebih banyak bifurkasi daripada biasanya.</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sibuk itu baik, dengan begitu ternyata saya bisa belajar lebih banyak hal, mengenal orang, dan lebih tahu arti tanggung jawab sebagai seorang manusia. Mungkin ini yang saya butuhkan saat ini. Berjalan seorang diri menemukan hal-hal baru yang bisa membentuk pribadi saya nantinya. Tapi, tentu saja saya tak ingin kehilangan identitas diri saya sendiri. Kebanyakan orang memang sulit mempertahankan identitas bawaannya saat berada di 'alam liar'. </div>
<div style="text-align: justify;">
Mereka akhirnya menjadi apa yang tak pernah diharapkan oleh dirinya. Saya tak ingin seperti itu. Saya hanya berharap kesadaran saya masih lebih besar daripada tuntutan hidup yang semakin arogan.</div>
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
Saya tidak mau terlalu serius menanggapi hidup, karena itu saya menulis.<br />Dengan menulis, sekalipun tak dibaca oleh siapa-siapa, saya merasa masih punya jeda untuk melakukan hal-hal yang bisa membebaskan pikiran saya.</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-3908353172860418602013-08-17T18:53:00.001+08:002013-09-26T15:51:49.826+08:00Abu-abu <div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Mungkin kau akan mendapati hari seperti itu. Kau terbangun
di sebuah tempat yang entah bagaimana kau berada di sana. Kau tak ingat jelas
alasan kenapa bisa kesana. Itu adalah tempat yang tak ingin kau datangi lagi.
Bukan karena tak suka. Dulu, kau sangat suka tempat itu. Kau pernah pergi
berdua dengan seseorang ke sana. Selalu. Setiap ada waktu tentunya. Tapi kata
dulu memang tak menyenangkan untuk ditaruh pada beberapa kalimat.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kau memperbaiki posisi duduk. Berusaha kembali mengingat alasan kenapa
tiba-tiba berada di sana. Pelan-pelan membuka lemari-lemari memori di dalam
kepala. Terlalu banyak kenangan bertumpuk di sana dan beberapa tak ingin kau bangunkan kembali.
Karena kalau terbangun, biarpun hari begitu terik rasanya akan seperti hujan di
bulan Desember. Sepi dan terasa begitu dingin.</div>
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Berjam-jam berlalu dan langit sore mengingatkanmu tentang waktu yang akan lebih
sunyi. Larong-larong terbang melintasi gedung-gedung pencakar langit. Mencari
cahaya. Memburu sesuatu yang lebih terang daripada mata mereka. Tapi entah
bagaimana kau tak juga ingat tentang hari ini. Segala hal terasa sangat sunyi.
Luka membeku. Tak ada rasa. Tak ada prasangka terhadap perasaan-perasaan yang
mengambang.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Langit yang kemerah-merahan itu kemudian membara seperti api yang perlahan melahap hutan-hutan di hatimu, melumat segala yang bernafas dan ingin bertahan hidup pada nuranimu. Tak ada lagi pagi, siang, atau malam. Kau hanya melihat sesuatu yang entah itu terang atau gelap. Dunia abu-abu. </div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Seorang kemudian muncul dalam dunia abu-abu itu. Kau mengenalnya. Sangat akrab dulu. Sampai akhirnya ada yang terasa membeku. Lebih dingin daripada suhu manapun yang pernah tubuhmu dapati. Tapi ternyata suhu macam itu tak hanya merambati tubuh. Ia juga menggigilkan hatimu. Kau tak lagi mengenalnya, kau tak lagi mengenal dirimu sendiri. Hitam atau putih. Pilih saja dan habislah perkara.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Entah dunia abu-abu siapa ini. Entah kau atau aku.</div>
</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-80233010734193592092013-08-14T03:31:00.001+08:002013-10-23T15:10:30.619+08:00Bulan yang Wajar<div style="text-align: justify;">
Apakah sebuah pantai akan selalu seperti ini? Ombak yang menggulung perlahan akan menjadi beringas ketika telah hampir sampai ke tepian, memeluk karang-karang dengan lengannya yang kokoh. Adakah karang yang tabah itu merasa sakit ketika dipeluk ombak? Apakah kepulangan seseorang menjadi tidak berarti apa-apa ketika yang terkenang hanya sakit yang menggilas?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Pertanyaan-pertanyaan semacam itu selalu saja menghantui kepalaku.<br />
Tapi ternyata, pertanyaan terkadang hanya melahirkan pertanyaan lain yang harus aku jawab sendiri.<br />
<br />
Mungkin, seperti debur ombak yang merindukan bibir pantai, debar jantungku pun tak ingin kalah. Ia selalu ingin didengarkan olehmu, dengan hati atau hanya sekedar telinga. Lalu pelan-pelan ketika orang-orang mulai mempertanyakan kita, sama seperti biasa, debur ombak akan menyamarkan debar jantungku. Bukan karena kita merasa terasing. Hanya saja, kita lebih memilih kesunyian ini untuk dinikmati berdua.<br />
<br />
Aku suka dengan pantai pada malam hari. Selalu bisa kulihat dengan jelas rembulan di atas laut yang seakan menjelma pintu yang sinarnya beranak menjadi anak tangga cahaya. Rasanya aku ingin melompat ke laut dengan membawamu serta. Lalu berjalan menginjak tangga cahaya menuju pintu rembulan itu. Mungkin di sana ada rumah yang bisa kita tinggali berdua. Tanpa peduli lagi dengan orang-orang yang sibuk mengatur tentang cara hidup kita.<br />
<br />
Semua hal itu hanya membuatku bingung. Aturan, adat, kewajaran, dan semua silsilah itu seakan telah menjadi semacam dogma yang harus kita terima dengan lapang. Kita tak boleh melawan, hanya bisa menerima karena begitulah adanya. Manusia, terkadang menjadi seperti Tuhan. Boleh jadi mereka menyadarinya, atau pun tidak.<br />
<br />
Lalu kau menyapukan tanganmu di depan mataku. Membuyarkan lamunanku yang sepertinya terlalu serius menanggapi malam yang ringkih. Kau menatapku lekat, seakan khawatir tentang apa yang kupikirkan tentang kita.<br />
<br />
<i>“Sedang lihat apa?”</i><br />
<br />
<i>“Bulan, memangnya apa lagi.”</i><br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<i>“Bukannya bulannya ada di sini?”</i><br />
<br />
Ujung bibirmu kemudian menarik garis yang manis setelah berkata demikian. Dengan mata yang sendu dan malu-malu kau berusaha mencuri perhatianku. Iya, aku hampir saja lupa dengan sepasang rembulan di matamu itu.<br />
<br />
Senyum kita kemudian mengembang bersama malam yang terlihat muram. Tak peduli.</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-44060386447941165792013-08-02T15:12:00.002+08:002013-08-02T15:12:36.487+08:00what love looks like<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge9FIRI6T3O2FPFNUmKEySYu__4U8TDpvrEtWbjFLLLD6FMZQcYKn7x7bH9p8-VBbMCs16N2hTa5K47Iww2KCBbnpFYg8Hj29LXAzIwKqFLpIFNu_zVeGC-tfU_bOPPJBALM5MkM9soMo/s1600/tumblr_mhs53aiUdx1r3ghl7o1_500+(1).jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEge9FIRI6T3O2FPFNUmKEySYu__4U8TDpvrEtWbjFLLLD6FMZQcYKn7x7bH9p8-VBbMCs16N2hTa5K47Iww2KCBbnpFYg8Hj29LXAzIwKqFLpIFNu_zVeGC-tfU_bOPPJBALM5MkM9soMo/s320/tumblr_mhs53aiUdx1r3ghl7o1_500+(1).jpg" width="320" /></a></div>
<div>
<br /></div>
<div>
One day, a young guy and a young girl fell in love.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
But the guy came from a poor family. The girl’s parents weren’t too happy.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
So the young man decided not only to court the girl but to court her parents as well. In time, the parents saw that he was a good man and was worthy of their daughter’s hand.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
But there was another problem: The man was a soldier. Soon, war broke out and he was being sent overseas for a year. The week before he left, the man knelt on his knee and asked his lady love, “Will you marry me?” She wiped a tear, said yes, and they were engaged. They agreed that when he got back in one year, they would get married.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
But tragedy struck. A few days after he left, the girl had a major vehicular accident. It was a head-on collision.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
When she woke up in the hospital, she saw her father and mother crying. Immediately, she knew there was something wrong.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
She later found out that she suffered brain injury. The part of her brain that controlled her face muscles was damaged. Her once lovely face was now disfigured. She cried as she saw herself in the mirror. “Yesterday, I was beautiful. Today, I’m a monster.” Her body was also covered with so many ugly wounds.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Right there and then, she decided to release her fiancé from their promise. She knew he wouldn’t want her anymore. She would forget about him and never see him again.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
For one year, the soldier wrote many letters—but she wouldn’t answer. He phoned her many times but she wouldn’t return her calls.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
But after one year, the mother walked into her room and announced, “He’s back from the war.”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The girl shouted, “No! Please don’t tell him about me. Don’t tell him I’m here!”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The mother said, “He’s getting married,” and handed her a wedding invitation.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The girl’s heart sank. She knew she still loved him—but she had to forget him now.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
With great sadness, she opened the wedding invitation.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
And then she saw her name on it!</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Confused, she asked, “What is this?”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
That was when the young man entered her room with a bouquet of flowers. He knelt beside her and asked, “Will you marry me?”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The girl covered her face with her hands and said, “I’m ugly!”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
The man said, “Without your permission, your mother sent me your photos. When I saw your photos, I realized that nothing has changed. You’re still the person I fell in love. You’re still as beautiful as ever. Because I love you!”</div>
<div>
<br /></div>
<div>
____</div>
<div>
speechless.</div>
<div>
we never knew the meaning of love, until someone came into our life.</div>
<div>
source <a href="http://www.facebook.com/#!/InspireYourLiving">here </a></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com6tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-42942246311964701742013-07-26T23:46:00.001+08:002013-07-27T00:00:14.982+08:00Ikan Mas di Kolam Pikiran<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8hp-giNcUKvLzCnU1AyG4ZevJThpTsEKsABy529K27BPqxj-3m60dfB9S4xkb3mEaGi4x_paesNfW82s4JMz4I94tzP7VBiJ1a-6c7z6kuc2tCPU3YWMrL8IM3GiuY3-nV-KipNmF64s/s1600/tumblr_mofmewzs1g1qh7m29o1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8hp-giNcUKvLzCnU1AyG4ZevJThpTsEKsABy529K27BPqxj-3m60dfB9S4xkb3mEaGi4x_paesNfW82s4JMz4I94tzP7VBiJ1a-6c7z6kuc2tCPU3YWMrL8IM3GiuY3-nV-KipNmF64s/s320/tumblr_mofmewzs1g1qh7m29o1_500.jpg" width="201" /></a></div>
<div>
<br /></div>
Aku ingin memancing ikan-ikan mas nakal di kepalamu,<br />
<div>
yang tatkala itu sedang menyantap kenanganmu.</div>
<div>
Ikan yang sengaja engkau beli pada pasar yang riuh</div>
<div>
di hari berhujan yang gusar.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Mereka tumbuh dengan keterlaluan.</div>
<div>
Memakan segala yang ada di kolam pikirmu dengan rakus.</div>
<div>
Peluh kenangan yang keluar dari pori-pori ikan itu meluap,</div>
<div>
melarungkan segala getir yang berhulu dari matamu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Lalu ada jeda dari perbincangan kita yang monoton,</div>
<div>
tentang surat kabar yang tak ada kabar siapasiapa di sana.</div>
<div>
Kecuali aksara-aksara yang menyuarakan sunyi dan</div>
<div>
kota kita yang dipeluk kemarau pada musim rindu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Akulah lelaki malang itu, yang pernah berangan-angan</div>
<div>
menjadi penyelam yang kehabisan nafas di kolam pikirmu.</div>
<div>
Yang membusuk dan jadi bangkai digeramus waktu. </div>
<div>
Menjelma racun bagi ikan-ikan mas tak tahu diri.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
______________________</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya tidak pernah menulis puisi. Karena hari ini ulang tahun Chairil Anwar dan Hari Puisi, maka saya ingin memeriahkannya dengan menulis puisi.<br />
Dia memang akan hidup seribu tahun lagi. Hebat.</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-26494625230878848982013-07-24T09:38:00.001+08:002013-07-24T10:02:44.151+08:00Ramadhan Terakhir<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Rasanya saya tidak tahu mau mulai dari mana. Makanya saya mulai saja dengan paragraf membingungkan ini. Tentang pertanyaan yang rasanya (masih) asing terlontar dari seorang Dhe.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<i>"Andai Ramadhan ini bulan terakhir untuk kamu, impian apa yang ingin sekali diwujudkan?"</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Setelah saya membacanya. Spontan di benak saya teringat seseorang. Fotonya ada di dalam dompet saya. Agak kumal dan lusuh karena sudah lebih dari 20 tahun foto itu diambil. Itu foto Ayah Kandung saya. Fotonya tidak terlalu jelas. Hanya matanya yang sedikit kentara. Matanya memang mirip dengan mata saya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kata Ibu, beliau adalah seorang seniman. Pelukis tepatnya. Saya tidak ingat bagaimana raut wajah dan suara beliau. Saya tidak ingat lagu-lagu nina bobonya. Bahkan saya tak pernah melihat lukisan-lukisan beliau. Tak ada yang bisa saya ingat saat umur belum tiga tahun dan orang tua saya memutuskan untuk saling memunggungi dan hidup dengan pilihannya masing-masing. Orang dewasa memang terkadang sulit dimengerti. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ibu memutuskan menikah lagi. Keluar dari kota kelahiran saya dan merantau ke negeri orang bersama Suaminya yang baru. Setelahnya, saya tidak pernah lagi mendengar kabar apapun tentang Ayah Kandung saya itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dulu, sewaktu kami masih di Negeri orang. Ayah Kandung saya mencari kami di rumah kami yang sebelumnya. Tapi ternyata nasib memang punya harapannya yang lain untuk cerita keluarga ini. Kami tak pernah lagi dipertemukan. Seorang tetangga menceritakannya pada Ibu, lalu diceritakannya lagi pada saya saat sudah dikira cukup mengerti tentang rumitnya hidup.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apakah dia mencari kami untuk memperbaiki sesuatu? Entahlah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya bisa mengerti dan paham betul bagaimana situasinya saat itu. Dari cerita Ibu, saya cukup tau bagaimana sosok Ayah Kandung saya itu. Di dalam hati, saya bangga punya Ayah Kandung seperti beliau. Mungkin, itulah kenapa saya kagum sekali dengan seorang pelukis atau apapun yang berhubungan dengan penggambaran visual. Bahkan sebelum saya tau kalau ternyata Ayah Kandung saya itu seorang pelukis.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kalau Ramadhan ini bulan terakhir untuk saya, saya akan memilih menghabiskannya dengan keluarga yang utuh. Saya ingin bertemu dengan Ayah Kandung saya itu. Apakah persoalan dia masih mengingat saya atau tidak. Saya tak peduli. Saya hanya ingin dia tau, bahwa anaknya tumbuh sebagaimana manusia yang lain sampai saat ini. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br />
Masa lalu ini akhirnya membuat saya selalu sinis terhadap beberapa orang. Maksud saya, orang-orang yang tidak menghargai orang tuanya. Mereka yang memasukkan orang tuanya ke panti jompo atau tidak memperlakukan mereka sebagaimana layaknya "jalan surga" yang lainnya.<br />
Saya selalu gagal paham dengan alasan mereka. Selalu dan tak pernah paham!<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya selalu percaya, bahwa memaafkan masa lalu adalah cara lain untuk berterima kasih pada hidup.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Semoga engkau selalu dalam lindungan-Nya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrsGRIQNxE693_p5uXxWVlOpoaykNafKPq3__7o8-488K2uet5acVN7HBQyA_aZ6FvB_KQCyz9P8Qs0aUutij4MW7v79OT4bvM0_CkZKtoO-4UH2ujm_ipglnBib2riCt6T9gRWqVAtV0/s1600/IMG.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrsGRIQNxE693_p5uXxWVlOpoaykNafKPq3__7o8-488K2uet5acVN7HBQyA_aZ6FvB_KQCyz9P8Qs0aUutij4MW7v79OT4bvM0_CkZKtoO-4UH2ujm_ipglnBib2riCt6T9gRWqVAtV0/s200/IMG.jpg" width="165" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">foto beliau</td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<a href="http://gamazoe.wordpress.com/2013/07/14/ceria-ramadhan-bersama-gamazoe/">Ceria Ramadhan Bersama Gamazoe dan Dhenok Habibie</a></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN-US">
<!--[endif]--><o:p></o:p></span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com5tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-79763020473954962592013-07-16T00:22:00.000+08:002013-07-24T10:25:34.353+08:00bus stop<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>IN</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><br />
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0cm 5.4pt 0cm 5.4pt;
mso-para-margin-top:0cm;
mso-para-margin-right:0cm;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJWE5YiKzeGFBQQUT0UvXirbHjOTcdUSeOmBU0UK21eErK_NhmQXqKyKtYA-rIz9KfFp_BoRu34gAjG_1ya1L8aB-ePn8VQIMhmcBoRI4NaQDT6FE4zWYyfak-zq8DjHTGR_sroglSr0g/s1600/rzh-bus-stop-101.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJWE5YiKzeGFBQQUT0UvXirbHjOTcdUSeOmBU0UK21eErK_NhmQXqKyKtYA-rIz9KfFp_BoRu34gAjG_1ya1L8aB-ePn8VQIMhmcBoRI4NaQDT6FE4zWYyfak-zq8DjHTGR_sroglSr0g/s400/rzh-bus-stop-101.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Saya tahu ini bukan pertama kalinya perasaan semacam itu merasuki
kita. Tapi saya merasakannya seolah semuanya baru pertama kali. Hari yang
malas. Kaki yang enggan kemana-mana. Ruang tamu, cerita absurd dan
rahasia-rahasia dibongkar muat dengan senang hati. Tak ada yang lebih nyaman
dari menjadi dirimu sendiri. </div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Seolah saja matamu yang sungai itu selalu menghanyutkan
segala ragu menjauh. Sejak pertama kali melihatnya, saya mulai sadar. Walau matahari
membeku suatu ketika, matamu bisa hadir sebagai hangat yang lain. Hal-hal baik di
dunia memang tak pernah berhenti. Tak pernah benar-benar berhenti. Walaupun
penderitaan juga tak pernah. Terasa sama saja. Harusnya kita bisa menikmati
keduanya dengan jalan yang sama. Tapi terkadang saya hanya terlalu kalut untuk
menentukan jalan.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kau tahu, saya merasa kita pernah ada di bus yang sama dengan jurusan yang
sama. Tapi sayangnya kita berhenti di halte yang berbeda. Tiap orang sepertinya
punya takdirnya untuk berhenti di mana, akan kemana dan ingin melakukan apa
setelah turun dari bus. Sedang saya tak tahu ingin berhenti di mana setelah bus
ini bosan mengantar. Mungkin karena saya orang yang terlalu menikmati setiap perjalanan sampai lupa menentukan tujuan. Mungkin juga karena saya merasa perjalanan seperti itu adalah tujuan saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
O, hidup ini memang selalu penuh dengan kemungkinan-kemungkinan lain.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Saya masih berharap. Suatu hari ada seseorang yang naik di bus itu. Duduk di
sebelah saya dan menemani saya melewati jalan-jalan asing. Tak perlu bercerita. Tak perlu melucu. Bahkan
tak perlu kata-kata. Bukankah keberadaan lebih penting daripada perhatian yang
dibuat-buat? Saya rasa, itu gunanya tuhan memberi kita bahu. Tapi kalau kau memaksa melakukan sesuatu. Tak mengapa, kau boleh tersenyum. Karena senyum juga bahagia dan getir yang digaris menjadi satu.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: x-small;">pict from <a href="http://www.itsnicethat.com/articles/richard-hooker-by-the-bus-stop">here</a></span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-11507632641396720602013-07-13T22:09:00.001+08:002013-07-13T22:09:44.753+08:00Surat Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad<div style="text-align: justify;">
Surat menyurat ini berisi tentang surat terbuka Goenawan Mohamad terhadap Pramoedya, dan tanggapan Pramoedya terhadap surat terbuka Goenawan Mohamad. </div>
<div style="text-align: justify;">
Surat terbuka Goenawan Mohamad dilatarbelakangi penolakan Pramoedya terhadap permintaan maaf Presiden RI saat itu, Gus Dur, terhadap tragedi tapol/napol PKI.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Surat Terbuka untuk Pramoedya Ananta Toer</b></div>
<div style="text-align: justify;">
oleh Goenawan Mohamad</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVgA4rGZN3sbUn1x15srzfj5kDUTTFG4jnJp41KTsac3pn5-V9kA6asGKUx6qvst3FL7nbNM-I8q3EapyobCeIu2fIr5akg_O62GHqQSbQSmHyqMg8qxep8OoUNZdr3m3RUHUwE7CxHVg/s1600/6667654479_2a9340cece_z.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVgA4rGZN3sbUn1x15srzfj5kDUTTFG4jnJp41KTsac3pn5-V9kA6asGKUx6qvst3FL7nbNM-I8q3EapyobCeIu2fIr5akg_O62GHqQSbQSmHyqMg8qxep8OoUNZdr3m3RUHUwE7CxHVg/s320/6667654479_2a9340cece_z.jpg" width="220" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
Seandainya ada Mandela di sini. Bung Pram, saya sering mengatakan itu, dan mungkin mulai membuat orang jemu. Tapi Mandela, di Afrika Selatan, menyelamatkan manusia dari abad ke-20. Tiap zaman punya gilanya sendiri. Abad ke-20 adalah zaman rencana besar dengan pembinasaan besar. Hitler membunuh jutaan Yahudi karena Jerman harus jadi awal Eropa yang bersih dari ras yang tak dikehendaki. Stalin dan Mao dan Pol Pot membinasakan sekian juta "kontrarevolusioner" karena sosialisme harus berdiri. Kemudian Orde Baru: rezim ini membersihkan sekian juta penduduk karena "demokrasi pancasila" tak memungkinkan adanya orang komunis (dan/atau "ekstrim" lainnya) di sudut manapun.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Rencana besar, cita-cita mutlak, dan mengalirkan darah. Manusia menjadi penakluk. Ia menaklukkan yang berbeda, yang lain, agar dirinya jadi subjek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Mandela bertahun-tahun di penjara, orang hitam Afrika Selatan bertahun-tahun ditindas, tapi kemudian ketika ia menang, ia membuktikan bahwa abad ke-20 tak sepenuhnya benar: manusia ternyata bisa untuk tak jadi penakluk. Ia menawarkan rekonsiliasi dengan bekas musuh. Ia tak membalikkan posisi dari si objek jadi sang subjek.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiap korban yang mengerti rasa sakit yang sangat tak akan mengulangi sakit itu bahkan kepada musuhnya yang terganas. Ia.akan menghabisi batas antara subjek dan objek. Makna "rekonsiliasi" di Afrika Selatan punya analogi dengan impian Marx: karena proletariat tertindas, kelas ini berjuang agar setelah kapitalisme ambruk, segala kelas sosial pun hilang. Proletariat tak akan mengakhiri sejarah dengan berkuasa, melainkan menghapuskan kekuasaan, pangkal lahirnya korban-korban. Sejarah adalah sejarah penebusan kemerdekaan. Utopia itu tak terlaksana, tapi tiap utopia mengandung sesuatu yang berharga. Begitu ia menang, Mandela membongkar kembali tindak sewenang-wenang para petugas rezim apartheid yang menindasnya (dan juga tindak sewenang-wenang pejuang kemerdekaan pendukung Mandela sendiri). Proses itu mirip “pengakuan dosa” di depan publik.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Kemudian: pertalian kembali. Mandela menunjukkan, bahwa pembebasan yang sebenarnya adalah pembebasan bagi semua pihak. Bung Pram, saya ragu apakah Bung akan setuju dengan asas itu. Bung menolak ide "rekonsiliasi", seperti Bung nyatakan dalam wawancara dengan Forum Keadilan 26 Maret 2000 pekan lalu. Bung menolak permintaan maaf dari Gus Dur. “Gampang amat!”, kata Bung. Saya kira, di sini Bung keliru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ada beberapa kenalan, yang seperti Bung, juga pernah disekap di Pulau Buru, di antaranya dalam keadaan yang lebih buruk. Mereka sedih oleh pernyataan Bung. Saya juga sedih, karena Bung telah bersuara parau ketidak-adilan. Justru ketika berbicara untuk keadilan. Bung terutama tak adil terhadap Gus Dur. Bagi seseorang dalam posisi Gus Dur, (Presiden Republik Indonesia, pemimpin NU, tokoh Islam, yang tumbuh dalam masa Orde Baru), meminta maaf kepada para korban kesewenang-wenangan 1965 berarti membongkar tiga belenggu yang gelap dan berat di pikiran banyak orang Indonesia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Belenggu pertama adalah kebiasaan seorang pemimpin umat untuk memperlakukan umatnya sebagai kubu yang suci. Dengan meminta maaf, Gus Dur memberi isyarat bahwa klaim kesucian itu tak bisa dipertahankan, dan tak usah. Tiap klaim kesucian bisa jadi awal pembersihan dan kesewenang-wenangan. Dengan meminta maaf, diakui bahwa dalam peristiwa di tahun 1965 sejumlah besar orang NU, juga orang Islam lain - juga orang Hindu di Bali dan orang Kristen di Jawa Tengah - telah terlibat dalam sebuah kekejaman. Mengakui ini dan meminta maaf sungguh bukan perkara gampang. Bung Pram toh tahu tak setiap orang sanggup melakukan hal itu. Mungkin juga Bung sendiri tidak akan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dengan meminta maaf Gus Dur juga membongkar belenggu tahayul selama hampir seperempat abad: bahwa tiap orang PKI, juga tiap anak, isteri, suaminya, layak dibunuh atau disingkirkan. Gus Dur mencampakkan sebuah sikap yang tak mau bertanya lagi: adilkah yang terjadi sejak 1965 itu? Seandainya pun pimpinan PKI bersalah besar di tahun 1965, toh tetap amat lalim hukuman yang dikenakan kepada tiap orang, juga sanak keluarganya, yang terpaut biarpun tak langsung dengan partai itu. Kita ingat kekejaman purba: sebuah kota dikalahkan dan setiap warganya dibantai atau diperbudak.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gus Dur agaknya tak menginginkan kezaliman itu. Ia, sebagai presiden, membiarkan dirinya dipotret duduk mesra dekat Iba, putri D.N. Aidit, yang hampir seumur hidupnya jadi pelarian yang tanpa paspor di Eropa. Dalam adegan itu ada gugatan: bersalahkah Iba hanya karena ia anak Ketua PKI? Jawaban Gus Dur: tidak. Tak banyak tokoh politik yang berbuat demikian, Bung Pram. Tak gampang untuk seperti itu. Gus Dur juga telah membongkar belenggu ”teori” tua ini: bahwa PKI selamanya berbahaya. Ia bukan saja minta maaf kepada para korban pembasmian massal 1965. Ia juga hendak menghapuskan larangan resmi bagi orang Indonesia untuk mempelajari Marxisme-Leninisme. Ia seperti menegaskan bahwa komunisme adalah masa lampau yang menjauh, gagal—juga di Rusia dan Cina. Memekikkan terus “bahaya komunis” adalah menyembunyikan kenyataan bahwa PKI jauh lebih mudah patah dalam perlawanannya dibandingkan dengan gerakan Darul Islam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Siapa yang menghentikan masa lalu, akan dihentikan oleh masa lalu. Gus Dur tidak. Ia sering salah, tapi ada hal-hal pelik yang ia tempuh karena ia ingin masa lalu tak jadi sebuah liang perangkap. Ia memang bukan Mandela yang pernah dirantai. Tapi seorang korban yang memaafkan sama nilainya dengan seorang bukan-korban yang meminta maaf. Maaf bukanlah penghapusan dosa. Maaf justru penegasan adanya dosa. Dan dari tiap penegasan dosa, hidup pun berangkat lagi, dengan luka, dengan trauma, tapi juga harapan. Dendam mengandung unsur rasa keadilan, tapi ada yang membedakan dendam dari keadilan. Dalam tiap dendam menunggu giliran seorang korban yang baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Begitu sulitkah Bung menerima prinsip itu? Karena masa lalu seakan-akan menutup pintu ke masa depan? Sekali lagi: siapa yang menghentikan masa lalu, akan dihentikan oleh masa lalu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tapi mungkin juga Bung hanya bisa melihat korban sebagai perpanjangan diri sendiri. Seakan di luar sana tak mungkin ada. Dalam wawancara, Bung menyatakan setuju bila orang-orang yang tak sepaham dengan Revolusi disingkirkan (ini di masa “Demokrasi Terpimpin” 1959-1965, ketika sejumlah suratkabar dibrangus, sejumlah buku & film & musik dilarang, sejumlah orang dipenjarakan). Bung mengakui ini semua melanggar hak asasi. Dan Bung punya argumen: waktu itu “Perang Dingin” dan Indonesia dalam bahaya. Tapi kekuasaan apa yang berhak menentukan ada “bahaya” atau tidak? Dan jika adanya ”bahaya” bisa menjadi dalih penindasan, Soeharto pun menjadi benar. Ia juga dulu mengumumkan Indonesia terancam bahaya (”komunis”) di Perang Dingin, maka rezimnya pun membunuh, membuang, dan mencopot entah berapa ribu orang dari jabatan. Dan pengadilan dibungkam. Bung memang menambahkan: ingat, pelanggaran hak asasi waktu Bung Karno tak seburuk dengan yang terjadi di masa Orde Baru. Mochtar Lubis, korban Demokrasi Terpimpin, tak dikurung di Pulau Buru, tapi di Jawa. Memang ada perbedaan. Tapi adakah peringkat penderitaan? Bagaimana membandingkannya? Di mana ukurannya, bila di masa yang sama, apalagi di masa yang berbeda, ada yang ditembak mati, ada yang disiksa, ada yang di sel, ada yang di pulau?</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam sejarah kesewenang-wenangan, semua korban akhirnya diciptakan setara, biarpun berbeda. Suatu hari dalam kehidupan Pramudya Ananta Toer di Pulau Buru setara terkutuknya dengan suatu hari dalam kehidupan Ivan Denisovich dalam sebuah gulag Stalin. Tak bisa ada hierarki dalam korban, sebagaimana mustahil ada hierarki kesengsaraan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya kira ini penting dikemukakan. Di zaman ketika sang korban dengan mudah dianggap suci, seorang yang merasa lebih ”tinggi” derajat ke-korban-annya akan mudah merasa berhak jadi maha hakim terakhir. Tapi seperti setiap klaim kesucian, di sini pun bisa datang kesewenang-wenangan. Mandela tahu itu. Gus Dur mungkin juga tahu itu. Keduanya merendahkan hati. Saya pernah mengharapkan Bung akan bersikap sama. Saya pernah harapkan ini, Bung Pram: bukan sekedar keadilan dan hukum yang adil yang harus dibangun, tapi di arus bawahnya, kebencian pun lepas, dan kemudian hilang, tenggelam. Saya tak tahu masih bisakah saya berharap.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Tanggapan buat Goenawan Mohamad)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Saya Bukan Nelson Mandela</b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>oleh Pramoedya Ananta Toer</b></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvk7gQuutqpuUcUWav3571c65m60Yo5tmXVrV98qIrV30FZAhwPjlop1xhQNfJ2LTogjOVCg0YfVln_6h7fsj2-BVpqRD-MVzLb0gLwDJUNnwRA6mUj9RQmG7x4h7qqOSGIXB-gzCFG04/s1600/pramoedya-ananta-toer-copy.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvk7gQuutqpuUcUWav3571c65m60Yo5tmXVrV98qIrV30FZAhwPjlop1xhQNfJ2LTogjOVCg0YfVln_6h7fsj2-BVpqRD-MVzLb0gLwDJUNnwRA6mUj9RQmG7x4h7qqOSGIXB-gzCFG04/s320/pramoedya-ananta-toer-copy.jpg" width="232" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya bukan Nelson Mandela. Dan Goenawan Mohamad keliru, Indonesia bukan Afrika Selatan. Dia berharap saya menerima permintaan maaf yang diungkapkan Presiden Abdurrahman Wahid (Tempo, 9 April 2000), seperti Mandela memaafkan rezim kulit putih yang telah menindas bangsanya, bahkan memenjarakannya. Saya sangat menghormati Mandela. Tapi saya bukan dia, dan tidak ingin menjadi dia.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di Afrika Selatan penindasan dan diskriminasi dilakukan oleh kulit putih terhadap kulit hitam. Putih melawan hitam, seperti Belanda melawan Indonesia. Mudah. Apa yang terjadi di Indonesia tidak sesederhana itu: kulit cokelat menindas kulit cokelat. Lebih dari itu, saya menganggap permintaan maaf Gus Dur dan idenya tentang rekonsiliasi cuma basa-basi. Dan gampang amat meminta maaf setelah semua yang terjadi itu. Saya tidak memerlukan basa-basi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Gus Dur pertama-tama harus menjelaskan dia berbicara atas nama siapa. Mengapa harus dia yang mengatakannya? Kalau dia mewakili suatu kelompok, NU misalnya, kenapa dia berbicara sebagai presiden? Dan jika dia bicara sebagai presiden, kenapa lembaga-lembaga negara dilewatinya begitu saja? Sekalipun dalam kapasitasnya sebagai presiden, Gus Dur tidak bisa meminta maaf. Negara ini mempunyai lembaga-lembaga perwakilan, dan biarkan lembaga negara seperti DPR dan MPR mengatakannya. Bukan Gus Dur yang harus mengatakan itu.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Yang saya inginkan adalah tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia. Orang seperti saya menderita karena tiadanya hukum dan keadilan. Saya kira masalah ini urusan negara, menyangkut DPR dan MPR, tetapi mereka tidak bicara apa-apa. Itu sebabnya saya menganggapnya sebagai basa-basi.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya tidak mudah memaafkan orang karena sudah terlampau pahit menjadi orang Indonesia. Buku-buku saya menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah lanjutan di Amerika, tapi di Indonesia dilarang. Hak saya sebagai pengarang selama 43 tahun dirampas habis. Saya menghabiskan hampir separuh usia saya di Pulau Buru dengan siksaan, penghinaan, dan penganiayaan. Keluarga saya mengalami penderitaan yang luar biasa. Salah satu anak saya pernah melerai perkelahian di sekolah, tapi ketika tahu bapaknya tapol justru dikeroyok. Istri saya berjualan untuk bertahan hidup, tapi selalu direcoki setelah tahu saya tapol. Bahkan sampai ketua RT tidak mau membuatkan KTP. Rumah saya di Rawamangun Utara dirampas dan diduduki militer, sampai sekarang. Buku dan naskah karya-karya saya dibakar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Basa-basi baik saja, tapi hanya basa-basi. Selanjutnya mau apa? Maukah negara mengganti kerugian orang-orang seperti saya? Negara mungkin harus berutang lagi untuk menebus mengganti semua yang saya miliki.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Minta maaf saja tidak cukup. Dirikan dan tegakkan hukum. Semuanya mesti lewat hukum. Jadikan itu keputusan DPR dan MPR. Tidak bisa begitu saja basa-basi minta maaf. Tidak pernah ada pengadilan terhadap saya sebelum dijebloskan ke Buru. Semua menganggap saya sebagai barang mainan. Betapa sakitnya ketika pada 1965 saya dikeroyok habis-habisan, sementara pemerintah yang berkewajiban melindungi justru menangkap saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Ketika dibebaskan 14 tahun lalu, saya menerima surat keterangan bahwa saya tidak terlibat G30S-PKI. Namun, setelah itu tidak ada tindakan apa-apa. Dalam buku saya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu yang terbit pada 1990 juga terdapat daftar 40 tapol yang dibunuh Angkatan Darat. Tapi tidak pernah pula ada tindakan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya sudah kehilangan kepercayaan. Saya tidak percaya Gus Dur. Dia, seperti juga Goenawan Mohamad, adalah bagian dari Orde Baru. Ikut mendirikan rezim. Saya tidak percaya dengan semua elite politik Indonesia. Tak terkecuali para intelektualnya; mereka selama ini memilih diam dan menerima fasisme. Mereka semua ikut bertanggung jawab atas penderitaan yang saya alami. Mereka ikut bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan Orde Baru.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Goenawan mungkin mengira saya pendendam dan mengalami sakit hati yang mendalam. Tidak. Saya justru sangat kasihan dengan penguasa yang sangat rendah budayanya, termasuk merampas semua yang dimiliki bangsanya sendiri.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya sudah memberikan semuanya kepada Indonesia. Umur, kesehatan, masa muda sampai setua ini. Sekarang saya tidak bisa menulis-baca lagi. Dalam hitungan hari, minggu, atau bulan mungkin saya akan mati, karena penyempitan pembuluh darah jantung. Basa-basi tak lagi bisa menghibur saya.</div>
<div style="text-align: justify;">
_____________</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Membaca surat-menyurat dua sastrawan yang berbeda generasi dan latar belakang ini membuat saya berpikir tentang banyak hal. Apalagi tentang konsep memaafkan yang dibahas keduanya.<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sumber tulisan <a href="http://mediasastra.com/ruang_diskusi/teras/obrolan_bebas/2957">sini </a></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-8395446589041204452013-07-10T15:40:00.000+08:002013-07-10T15:41:27.618+08:00Pada Sebuah Pantai: Interlude dari Goenawan Mohamad<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Semua ini hanya terjadi dalam sebuah sajak yang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
sentimentil. Yakni ketika pasang berakhir, dan aku</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
menggerutu, “masih tersisa harum lehermu”; dan kau tak</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
menyahutku.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Di pantai, tepi memang tinggal terumbu,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
hijau (mungkin kelabu).</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Angin amis. Dan</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
di laut susut itu, aku tahu,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
tak ada lagi jejakmu.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Berarti pagi telah mengantar kau kembali, pulang dari</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
sebuah dongeng tentang jin yang memperkosa putri yang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
semalam mungkin kubayangkan untukmu, tanpa tercatat,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
meskipun pada pasir gelap.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Bukankah matahari telah bersalin dan</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
melahirkan kenyataan yang agak lain?</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dan sebuah jadwal lain?</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dan sebuah ranjang & ruang rutin, yang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
setia, seperti sebuah gambar keluarga</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(di mana kita, berdua, tak pernah ada)?</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Tidak aneh.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Tidak ada janji</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
pada pantai</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
yang kini tawar</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
tanpa ombak</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(atau cinta yang bengal).</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Aku pun ingin berkemas untuk kenyataan-kenyataan,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
berberes dalam sebuah garis, dan berkata: “Mungkin tak ada</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
dosa, tapi ada yang percuma saja.”</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Tapi semua ini terjadi dalam sebuah sajak yang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
sentimentil. Dan itulah soalnya.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Di mana ada keluh ketika dari pohon itu</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
mumbang jatuh seperti nyiur jatuh dan</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
ketika kini tinggal panas & pasir yang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
bersetubuh.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Di mana perasaan-perasaan memilih artinya sendiri,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
di mana mengentara bekas dalam hati dan kalimat-</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
kalimat biasa berlarat-larat (setelah semacam</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
affair singkat), dan kita menelan ludah sembari</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
berkata: “Wah, apa daya.”</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Barangkali kita memang tak teramat berbakat untuk</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
menertibkan diri dan hal ihwal dalam soal seperti ini.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Lagi pula dalam sebuah sajak yang sentimentil hanya ada satu</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
dalil: biarkan akal yang angker itu mencibir!</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Meskipun alam makin praktis dan orang-orang telah</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
memberi tanda DILARANG NANGIS.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Meskipun pada suatu waktu, kau tak akan lagi datang</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
padaku.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Kita memang bersandar pada apa yang mungkin kekal,</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
mungkin pula tak kekal.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Kita memang bersandar pada mungkin.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Kita bersandar pada angin</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Dan tak pernah bertanya: untuk apa?</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Tidak semua, memang, bisa ditanya untuk apa.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
Barangkali saja kita masih mencoba memberi harga</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
pada sesuatu yang sia-sia. Sebab kersik pada karang, lumut</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
pada lokan, mungkin akan tetap juga di sana – apa pun</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
maknanya.</div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
<br /></div>
<div class="post-title entry-title" style="border: 0px; margin: 0px; padding: 0px; vertical-align: baseline;">
(1973, Goenawan Mohamad)</div>
</div>
</div>
</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-28331283590693581802013-06-30T22:59:00.000+08:002013-06-30T23:18:47.508+08:00pada waktunyaRetni,<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Apa kabarmu? </div>
<div>
Saya harap kau selalu baik-baik saja di manapun kakimu berhenti melangkah.</div>
<div>
Apa kabarnya dengan anak kita? Saya rasa, dia sudah mau lulus dari sekolah dasar sekarang ini. Salam sayang untuknya kalau kau tidak keberatan. Retni, tahun-tahun berlalu begitu cepat. Tapi entah kenapa rasanya waktu berlalu begitu lambat ketika mengingat kalian.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Saya juga mulai merasa bosan akhir-akhir ini. Hidup begitu saja dan tak ada yang berubah. Maksud saya, tak ada yang berubah dari pikiran-pikiran saya. Saya melihat lingkungan yang sama setiap harinya. Orang-orang yang bangun pagi dengan tujuan yang sama. Menjalani rutinitas agar tetap dibilang sebagai manusia. Walaupun ada beberapa yang hanya tinggal di dalam kamar, dan menghabiskan satu hari lagi yang sia-sia. Tetap saja, lingkungan semacam ini membuat pikiran saya menjadi seperti hampir mati.<br />
<div>
<br /></div>
<div>
Kau tahu, suatu hari saya ingin bebas dari semua rutinitas ini. Melakukan apa saja yang saya suka seorang diri. Tidak terbelenggu dengan tuntutan atau apapun yang membuat pikiran ini sering mengawang-awang. Saya ingin bebas, Retni. Saya ingin bebas pergi kemanapun. Tapi kalau kalian ingin ikut, saya pasti tak keberatan. Menghabiskan waktu bertiga dengan anak kita ke tempat-tempat yang belum pernah kita datangi kedengarannya menyenangkan.</div>
</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Tapi, saya rasa itu hanya akan menjadi cita-cita yang tak punya ujung. Hidup terlalu datar dan semuanya terasa sama saja. Setelah menempuh pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang layak, kita juga masih harus membantu orang tua lepas dari rutinitasnya selama ini. Itu sudah tugas kita sebagai seorang anak.</div>
<div>
Saya masih ingin menemani Ibu di sini.<br />
<br />
Apa kabar dengan Ayah? Semoga kolestrolnya tidak naik lagi gara-gara tidak mau mendengarkanmu saat di meja makan. Oh, ya, saya juga punya beberapa obat-obatan untuk Ayah bersama paket surat ini. Seorang teman memberikannya padaku untuk diberikan kepada Ayah. Obatnya benar-benar manjur, katanya. Ibunya sembuh dari kolestrol gara-gara obat itu. Tentu saja, kalau tidak ditambah perhatian yang manis dari anaknya, obat itu tak ada gunanya. Tapi, saya tak perlu meragukan sedikitpun soal perhatian itu.</div>
<div>
<br /></div>
<div>
Kau memang punya perhatian yang baik terhadap orang-orang dekatmu. Sangat perhatian sampai-sampai selalu lupa memperhatikan diri sendiri. Dulu, kau bahkan pernah jatuh sakit karena terlalu memikirkan kesembuhanku di rumah sakit. Itulah kenapa, terkadang saya juga khawatir pada sifatmu yang itu.</div>
<div>
Apakah engkau masih seperhatian itu?<br />
<br />
Kau tidak kesepian di sana kan, Retni? Tentu saja tidak. Ada anak kita bersamamu. Kau bisa mendengar suara tawanya setiap hari. Melihat matanya bersinar lebih manis dari matahari pagi. Mengecup keningnya. Membelai rambutnya dan menimangnya saat tertidur pulas. Ah, menuliskannya membuat saya merasa kesepian kali ini. Saya juga ingin melakukannya. Tapi nanti, kalau waktunya sudah tiba saya harap kau yang berada di sampingku saat itu.<br />
<br />
Kecelakaan di jalan tol tempo hari masih selalu datang dalam mimpi saya, Retni. Saya merasa bersalah kebanyakan. Saya tidak menjagamu, anak kita, dan Ayah. Saya selalu merasa kesal terhadap diri saya sendiri setiap mengingat kejadian itu. Tapi sungguh. Tak pernah seharipun dalam hidup saya tidak mendoakan kebaikan kalian di sana.<br />
<br />
Saya tahu, kau tak ingin melihat saya merasakan perasaan bersalah ini terus menerus. Saya juga tahu, kau pasti akan kecewa jika melihatku sekarang yang begitu berantakan karena tak mendapat perhatianmu. Saya menjadi seorang suami yang kacau karena kehilangan keluarga kecilnya. Saya bahkan tak mengenali diri saya sendiri beberapa tahun terakhir.<br />
<br />
Semua hal memang butuh waktu, tapi terkadang waktu itu kita yang membuatnya sendiri, bukan keadaan, atau siapapun. Kau tahu, saya butuh waktu 2 setengah tahun untuk menerima semua kejadian itu. Saya bahkan masuk rumah sakit jiwa. Minum obat-obatan orang gila. Tidur di bekas tempat tidur orang gila. Makan dari piring bekas orang gila. Dan sekamar dengan orang-orang gila. Bisakah kau bayangkan betapa beruntungnya saya yang sebenarnya masih waras ini tidak ikut-ikutan gila?<br />
<br />
Saya sengaja mengubur surat ini di bawah pohon Oak kesukaan kita.Yang katamu dulu, kau ingin membuat ayunan untuk anak kita di sana. Oh, ya, sekarang saya sudah mulai mengenakan kemeja lagi. Kemeja biru langit kesukaanmu. Dalam seminggu, mungkin ada tiga kali saya memakainya. Sampai teman-teman di kantor mengira saya tak pernah mencucinya. Saya tak peduli. Mau bagaimana lagi kalau sudah cinta.<br />
<br />
Kau akan terus hidup dalam ingatanku, Retni.<br />
Kalian, akan selalu hidup di dalam sana.</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com10tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-26394666825585201342013-06-11T00:35:00.000+08:002013-06-12T21:59:02.424+08:00semati-matinya mati<div style="text-align: right;">
<div style="text-align: left;">
"Bodoh. Kau bisa mati saat itu."</div>
</div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
"Maksudmu,.. jantung berhenti berdetak?"<br />
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
"Iya. Kamu akan mati kalau kau terus-terusan membiarkan orang lain menyakitimu."</div>
<br />
<div style="text-align: left;">
"Kau itu tidak sepintar yang aku kira."</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
"Maksud kamu apa?"</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: right;">
"Kau tidak mengerti mati yang sebenarnya."</div>
<div style="text-align: center;">
.......</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
"Jadi menurutmu, kamu lebih mengerti tentang mati?"<br />
<br />
"Ditembak dengan pistol tepat di jantung, melompat ke jurang, urat nadi dipotong, atau tubuhmu dibakar sampai diracuni. Apakah kau benar-benar mati dengan itu semua?"<br />
<br />
..............<br />
<br />
<div style="text-align: right;">
"Ya. Tentu saja itu semua bisa membuatmu mati. Mati seketika!"</div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
"Bukan. Bukan hal semacam itu yang membuat seseorang mati. Kita akan mati ketika tak ada lagi yang membutuhkan keberadaan kita. Tak ada lagi yang merindukan. Tak ada lagi yang mengingat walaupun hanya sekedar nama atau diberi ucapan selamat hari raya. Kita akan mati ketika tak ada lagi dalam ingatan siapapun. Terlupakan."<br />
<br />
<br />
"Terlupakan lebih menyedihkan daripada terabaikan."<br />
<br />
<br />
"Jangan curhat. Menjengkelkan!"<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
"Hahaha. Kamu terlalu sentimentil seperti biasa! Kamu sudah pernah mati?"</div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<br />
<div style="text-align: right;">
"Selama kau ada, bagaimana mungkin aku bisa mati."</div>
<div style="text-align: right;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
.</div>
<div style="text-align: center;">
.</div>
<div style="text-align: center;">
.</div>
<div style="text-align: center;">
____</div>
Sebut saja kita ini dua orang pelawak gila. Mengingat mati seperti menunggu makanan yang tiap hari kita santap di meja makan. Tak pernah benar-benar kenyang dengan jamuan itu. Selalu kelaparan dan bertanya-tanya bagaimana semua ini akan berakhir. Mungkin sampai kita benar-benar mati. Sampai tak ada lagi yang perlu dipertanyakan dan yang tersisa hanyalah jawaban yang paling jujur.Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-54198871875560120222013-05-12T02:24:00.001+08:002013-06-12T20:47:11.664+08:00Surat untuk KianTeruntuk Kian.<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ini adalah surat terakhir saya sebelum pergi lagi dari kota
ini. Ya, Kian, seminggu lalu saya datang ke rumahmu. Tapi ternyata di sana sudah kosong. Kau tak lagi tinggal di sana selama dua tahun terakhir. Di situ juga
saya baru sadar bahwa kita telah salah persepsi selama ini. Kalau kau bingung,
saya ingin menjelaskannya pelan-pelan. Ini tidak akan panjang, karena saya juga
takut ketinggalan kapal. Saya menulis surat ini di warung dekat pelabuhan sambil menenggak segelas kopi tanpa gula.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya diberitahu tetanggamu. Bahwa kalian sekeluarga telah
pindah rumah pada bulan April dua tahun lalu. Kalian pindah ke pinggiran kota,
dekat dengan pantai. Kau tahu, di bulan itu juga saya pindah kontrakan, Kian.
Saya sudah menuliskan alamatnya di surat untuk balasan suratmu yang terakhir.
Tapi sekarang saya tahu surat itu tak pernah sampai di tanganmu. Pantas saja
tak pernah ada balasan surat lagi selama dua tahun terakhir darimu. Surat saya
dan suratmu telah salah alamat.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kian, kau masih ingat janji saya lima tahun lalu kan? Saya
sudah memenuhi janji itu, Kian. Pulang padamu setelah memantaskan diri. Tapi
maafkan saya karena janji itu terlewat selama setahun. Saya punya alasan.
Walaupun sebenarnya alasan itu tak punya arti apa-apa. Kau tidak akan pernah
percaya apa yang telah saya lalui setahun terakhir. Saya hampir mati. Iya, syukurlah
kata ‘hampir’ masih ada di sana.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tiga hari sebelum tanggal 14 Desember tahun lalu; di mana janji
kita untuk bertemu, saya sudah menaiki kapal ke tanah kelahiran kita ini, Kian.
Saya begitu bahagianya. Karena Tuhan begitu berbaik hati soal rejekinya pada
saya. Walaupun setahun pertama di kota
itu saya terlunta-lunta, tahun berikutnya saya mulai bisa memperbaiki semuanya.
Saya juga belajar ikhlas lebih banyak di kota itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Saya ini takut ketinggian, makanya harus naik kapal kalau ingin ke Negara lain.
Kau pasti belum lupa bagaimana dulu saya jatuh dari pohon nangka gara-gara
dipanggil olehmu. Kaki saya patah, tapi untung saja waktu itu ada ayahmu yang
membuatnya normal kembali. Kau menangis seharian karena merasa itu salahmu.
Saya berkilah itu bukan salahmu. Padahal kalau boleh jujur, itu karena senyummu
yang teramat manis di lihat dari atas pohon nangka itu. Konsentrasiku jadi
buyar. Ah, itu rahasia masa kecil saya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Kau pasti tak ingin mengingat kenangan konyol kita lagi. Kita memang tidak
boleh terlalu lama melihat kebelakang. Mungkin itu alasan kenapa mobil punya
spion kecil dan punya kaca depan yang besar. Kalau terlalu lama melihat
kebelakang, kita tidak akan memperhatikan apa yang ada di depan. Bisa-bisa
nabrak, atau malah masuk ke jurang. Duh, kenapa saya malah menulis hal semacam
ini. Biarlah, saya malas mencari penghapus. Saya lanjutkan saja di paragraf
berikutnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Pada tanggal 12 Desember setelah kapal melewati Samudera Hindia dan
hampir masuk ke Laut Sulawesi, kapal saya karam. Malam itu cuacanya memang
sangat buruk. Langit bergemuruh, menyala-nyala, petir dan hujan lebat membuatnya
sangat dramatis. Saya terbangun gara-gara kapal terus berguncang tak karuang. Di
dalam hati saya tak hentinya berdoa. Hanya itu yang bisa saya lakukan saat itu.
Lalu tiba-tiba saja ada suara keras terdengar diikuti getaran yang begitu
hebat. Sepertinya lambung kapal baru saja menabrak sesuatu. Sirine di setiap
kabin mulai berbunyi. Orang-orang mulai berdesakan keluar berlari ke geladak
utama. Saya ada di depan. Seorang nahkoda menggiring saya naik sekoci lebih
dulu agar bisa membantu yang lainnya untuk naik. Tapi malang tak dapat
disangka, Kian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kapal itu berguncang hebat karena angin dan ombak. Sebegitu
kencangnya sampai tali sekoci yang saya naiki terputus. Saya terjatuh, Kian.
Bersama sekoci dan harapan-harapan tentang pertemuan kita yang telah saya
tunggu. Detik itu, saya mengingat semua tentang kota kita. Orang tua, sahabat,
teman dan apa-apa saja yang begitu saya inginkan dalam hidup. Salah satunya
membahagiakanmu. Saya pikir malam itu akan mati di tengah laut. Semuanya kemudian
menjadi gelap ditelan malam.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Siang itu saya terbangun karena disengat matahari. Sekoci
saya terombang-ambing di tengah lautan, Kian. Tak
ada apa-apa di sana kecuali saya, sekoci, dan hamparan laut sampai di kaki langit. Saya tak
henti-hentinya bersyukur campur haru mengingat malam yang begitu kelam itu. Dua
minggu lebih saya berada di atas sekoci dengan persediaan makanan seadanya.
Untung saja sekoci itu punya persediaan makanan untuk seminggu. Minum air hujan
adalah hal yang paling saya suka.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Setelah berminggu-minggu, saya menemukan sebuah pulau. Pulau yang ditumbuhi
buah berbentuk aneh yang rasanya sangat manis. Di sana juga ada sebuah danau
yang kecil. Airnya tawar. Saya tertawa sampai menangis, Kian. Saya tak bisa
menampikkannya lagi. Air mata itu keluar begitu saja karena nikmat Tuhan yang
tak henti-hentinya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kian, di pulau itu saya menghabiskan waktu berbulan-bulan
menunggu pertolongan. Berharap ada kapal yang lewat seperti berharap hujan di
gurun sahara. Saya putus asa. Saya bisa hidup di pulau itu, Kian. Di sana
begitu banyak makanan. Tapi saya tak ingin tinggal di sana. Saya teringat
keluarga dan dirimu. Saya takut membuatmu menunggu terlalu lama. Saya tak ingin
kau risau seperti perasaan risau yang saya rasakan saat itu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Setelah berbulan-bulan berteman dengan sepi, saya mulai
bosan. Tekad mulai menumpuk untuk pergi dari pulau itu. Persediaan makanan
untuk sebulan sudah siap. Saya tak tahu akan kemana sekoci itu pergi. Saya
menyerahkan sepenuhnya pada takdir. Saya tak mau menjadi tua di pulau itu. Saya
ingin pulang. Kemana saja asal tidak sendirian di pulau itu. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Takdir ini seperti komedi, Kian.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Seminggu setelah meninggalkan pulau itu. Saya menemukan
kapal. Kapal nelayan dari Indonesia. Mereka menolong saya. Mereka sangat kaget
mendengar cerita saya tentang kapal yang hancur dan bagaimana saya telah
terdampar di sebuah pulau selama berbulan-bulan. Mereka pikir saya ini manusia
ajaib. Nelayan-nelayan yang baik itu kemudian membawa saya ke pelabuhan kota
kita. Saya mencium tanahnya dan sedikit membayangkan wajahmu di sana. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya dibawa ke rumah sakit. Ibu datang dan memeluk saya
begitu erat. Air matanya tumpah tak terkira lagi. Saya bahagia masih bisa
bertemu dengannya. Kian, tiba-tiba saja
saya menjadi anak yang manja. Meminta masakan ibu dari pagi sampai malam. Hampir
seminggu saya berada di sana. Lewat jendela rumah sakit, saya melihat penjual
terompet di pinggir jalan. Penjual terompet kebanyakan hanya ramai di bulan
Desember. Saya kemudian kaget melihat kalender. Hari itu tanggal 13 Desember.
Saya meminta izin pada dokter untuk pulang.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Begitulah, akhirnya saya sampai di rumahmu tapi malah bertemu
dengan orang lain. Mereka penghuni baru. Saya bersyukur di sana masih ada pohon
nangka yang sering kita manjat sewaktu masih kecil. Walaupun sekarang sudah
tidak berbuah lagi. Saya mendapat alamat rumahmu dari Mak Alin tetangga yang
sering kita ganggu dulu. Saya lalu buru-buru menuju rumahmu dengan bus. Lalu
berjalan dan bertanya-tanya pada orang-orang sepanjang jalan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Hari itu saya sampai di rumahmu, Kian. Saya berdiri di depan pagar kayu
berwarna cokelat tua itu dengan gugup. Saya takut menumpahkan semua kerinduan
ini sekaligus. Saya menarik nafas dan menghembuskannya seperti sedang meditasi.
Itu cukup bisa menenangkan. Tapi debar jantung tetap saja masih bergemuruh, ribut
di dalam sana masih lebih daripada saat malam yang kelam itu. Baru selangkah
kakiku beranjak dari tanah tapi tiba-tiba saja kau keluar dari dalam rumah,
Kian.</div>
<div class="MsoNormal">
Bahagia baru saja diciptakan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Saya tersenyum dengan hujan yang tiba-tiba saja jatuh dari langit mata ini. Kau
duduk di teras rumah sambil menenteng secangkir teh. Dengan sedikit susah payah
memperbaiki posisi duduk. Terang saja, perutmu yang besar itu membuatmu sedikit
kerepotan. Kehamilanmu sepertinya sudah dipenghujung bulan. Kau mengusap
perutmu lalu menarik nafas panjang, kemudian senyum itu tiba-tiba merekah.
Manis sekali.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<i>Pram?</i></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Gerak bibirmu jelas sekali menyebut namaku. Kau beranjak
dari tempatmu hanya untuk memastikan agar tidak salah menangkap sosokku. Ah,
rasanya tak sanggup bertemu denganmu di detik itu. Maka dari itu saya pun beranjak secepat kilat dari tempat itu.<br />
Kau tak perlu menjelaskan apapun lagi, Kian. Penglihatan manusia lebih cepat daripada
kata-kata menyampaikan sesuatu. Dan aku bisa mengerti semua pemandangan sore
itu dengan baik.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Tidak apa, Kian. Siapalah saya ini yang bisa menentang sesuatu yang telah
ditentukan oleh Sang Pencipta. Saya memang bodoh. Berpikir bahwa kau akan menunggu
saya selama beberapa tahun setelah tak
berkabar. Kalau hari itu kau memanggil namaku untuk meminta maaf, saya sudah
memaafkanmu sebelum kau menyebut namaku. Saya juga ingin meminta maaf karena telah membuatmu
menunggu terlalu lama. </div>
<div class="MsoNormal">
Saya tak marah. Sungguh. Saya bahkan tidak pantas marah padamu.<br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kiana yang manis, dan selalu akan lebih manis ketika
tersenyum. Jangan sesalkan apapun yang sudah terjadi dalam hidup ini. Biarlah,
biarkan saja semuanya mengalir mengikuti arus waktu yang tak pernah kita
mengerti. Seperti yang pernah saya katakan padamu, Kian. Saya mencintaimu dengan
segala konsekuensi hidup yang melibatkanmu di dalamnya. </div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Kian, setelah kau menerima surat ini dari Mak Alin, itu artinya saya sudah berada di
atas kapal. Kau harus tahu bahwa kota ini terlalu sempit untuk menampung kerinduan ini. Saya takut menumpahkannya secara tidak sengaja dan membuat hidupmu menjadi berantakan. Tidak, saya tidak ingin mengusik kehidupanmu lagi lebih daripada surat ini. Saya hanya berharap di pulau seberang ada seseorang yang bisa menguras perasaan ini sampai habis tak bersisa.
Berat juga harus membawanya kemana-mana seorang diri.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semoga langit selalu cerah di atas kepalamu, Kiana
Larasvati.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Salam penuh rindu,</div>
<div class="MsoNormal">
Pram Alswesta</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-88460920173673417812013-05-06T23:43:00.001+08:002013-05-06T23:43:20.060+08:00Hei, smile.<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]-->
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3JyYL0R4irrFMTZZovgBQl6EWgXLqMu0cxjdsL3tzRO3ClQalb9wrYbjMLZgux1qh3t_RuV1sI-bARbFAjvdm-SwJ7vPDgOIfrHKA_I3F3IrI6GG3EQlWtdFexn0beBqzg4wfIOD2vJI/s1600/tumblr_mk2p0mRV6h1qfk6vyo1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi3JyYL0R4irrFMTZZovgBQl6EWgXLqMu0cxjdsL3tzRO3ClQalb9wrYbjMLZgux1qh3t_RuV1sI-bARbFAjvdm-SwJ7vPDgOIfrHKA_I3F3IrI6GG3EQlWtdFexn0beBqzg4wfIOD2vJI/s320/tumblr_mk2p0mRV6h1qfk6vyo1_500.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kita tentu saja sudah sering melihat orang-orang tersenyum. Kebanyakan dari
mereka selalu berhasil membuat kita membalas senyumnya. Seperti terkena sihir. Kita pun tiba-tiba saja tersenyum. Tanpa alasan yang jelas. Tanpa tahu kenapa
melakukan itu. Bahkan tak jarang juga kita melakukannya pada orang yang tak
dikenal. Lalu saya kemudian berpikir, bahwa kalau ada hal sederhana yang bisa
mendekatkan semua orang di dunia ini, mungkin itu senyuman.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Saya tak peduli apakah itu senyum yang dibuat-buat atau tidak. Saya juga tak
ingin ambil pusing tentang adanya senyum yang berlabel <i>made in china</i>. Saya masih
terlalu muda untuk berpikir hal rumit semacam itu. Anggap saja saya ini orang
yang naif. Menganggap bahwa senyuman itu tak pernah punya tendensi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>melukai, tetapi menyembuhkan. Kita bahkan tak pernah tahu dampak dari sebuah senyuman untuk orang lain. </div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Senyum juga refleksi dari jiwa yang tabah. Maksud saya, tiap orang pasti punya
masalah. Mau besar atau kecil, tetap saja namanya masalah. Dengan mereka tersenyum
dan berhenti mengeluh; saya rasa itu sudah menjadi modal yang besar untuk memberi
semangat kepada diri sendiri.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan ternyata seseorang yang punya pribadi yang hangat pasti juga punya senyum
yang hangat. Senyum yang selalu membuatmu merasa ingin berteduh di sana kala dunia
menjadi terlalu dingin untuk dihadapi. Senyum yang pada akhirnya kebanyakan
dirindukan daripada diingat-ingat. O, ya, saya benar-benar membedakan antara
mengingat dan merindukan. Itu dua hal yang sangat berbeda. Karena mengingat
saja belum tentu rindu, tapi merindukan sudah pasti mengingat, kan?</div>
<br />
<br />
Hha. tulisan ini benar-benar mulai menjadi tidak jelas. Mungkin ini efek karena terlalu menikmati dunia nyata. Serius. Setelah mengurangi waktu untuk <i>online</i>. Waktu saya yang dulunya dimakan dunia maya, akhirnya bisa dimuntahkan kembali. <i>Online</i> memang perlu, tapi sewajarnya saja. Saya juga butuh internet untuk bertemu teman Dumay, tapi dalam takaran yang sepantasnya. <br />
<br />
<div class="MsoNormal">
Hei, selamat bermei-tamorfosis kawan. titik dua balas kurung.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Nb : Ini catatan selingan karena sedang tidak tahu ingin menulis cerita random tentang apa. hha</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-2820041847466355272013-04-24T10:06:00.003+08:002013-04-24T17:58:26.500+08:00berkemasBeberapa hari yang lalu teman saya membagi ceritanya pada saya. Cerita yang cukup klise, dialami oleh kebanyakan orang di permukaan bumi. Hatinya sedang berantakan
sekarang. Katanya, seseorang yang dulunya pengunjung tetap di sana, sekarang
telah berkemas untuk pergi. Seharian dia bercerita. Di akhir cerita, dia hanya
tersenyum dengan ragu sambil menguatkan.<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Saya berterima kasih padanya untuk
cerita yang baik itu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Saya pun tak pernah keberatan jika seseorang datang dalam hidup saya hanya
untuk berkunjung. Seperti tour wisata sebuah tempat yang mereka ingin kunjungi.
Mungkin begitu isi hati kita untuk beberapa orang. Hanya sebatas ingin datang,
lalu kemudian pergi begitu saja karena tertarik dengan tempat lain. Hati yang
lain.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Sungguh, saya tak pernah keberatan jika ada yang melakukannya pada saya.
Asalkan, ketika mereka pergi tak lupa juga membawa kopernya. Pengunjung
seharusnya tak boleh meninggalkan apapun di sebuah tempat. Tapi terkadang, ada
juga pengunjung yang tak bisa diatur. Tak mau tahu menahu kalau hati itu tak
seperti tempat lain yang ada di dunia.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Adakah kalian pernah dikunjungi seperti itu?<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Pada sudut pandang saya yang masih awam ini. Kebanyakan dari kita punya alasan tertentu
untuk berkunjung pada suatu tempat. Bahkan, ada juga yang tersesat pada tempat tertentu yang mereka tak pernah rencanakan dan ketahui. Sebut saja itu takdir.
Sesuatu yang begitu misterius diantara perencanaan-perencanaan kita yang
sistematis tentang kehidupan. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Setiap orang tentu saja punya alasan untuk datang dan pergi. Setiap dari kita
seharusnya mengerti itu dengan baik. Tapi hati tak pernah ingin diajak kompromi
seperti itu. Dia hanya mengerti satu hal yang pasti. Bahwa dia mengerti dalam
ketidak mengertiannya yang lugu. Bahwa setiap yang datang harus dibuat senyaman
mungkin seperti rumah mereka sendiri. Karena terkadang, kita hanya ingin jadi tuan
rumah yang baik.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Sebenarnya kita tak pernah marah pada pengunjung semacam itu. Yang datang
sebentar lalu pergi karena alasan yang menurut kita tak logis. Kita hanya marah
pada diri sendiri. Kita hanya kecewa pada diri sendiri. Kenapa begitu
percayanya pada mereka. Kenapa sampai sebegitunya memberikan seluruh perasaan
padanya. Kenapa mereka harus pergi pada saat semuanya tampak begitu cemerlang. Kenapa pertanyaan semacam itu menjadi seperti air bah yang menggilas semuanya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Saya tahu, orang-orang yang mempercayai seseorang lebih dari dirinya
sendiri adalah mereka yang lupa dengan daratan. Lupa dengan tempat tinggal di
mana dia berpijak sekarang ini. Dunia, adalah tempat di mana segala kemungkinan
terjadi. Ya, ini bukan salah mereka sepenuhnya. Seberapapun pintarnya kita
mengakali pikiran, kita tak bisa mengakali hati. Dia bebas memilih tempatnya
sendiri untuk merasa hangat.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Teman saya juga mengatakan hal yang masih menggangu pikiran saya sampai di detik saat saya menuliskan ini. Katanya, kita bisa memilih ingin menikah dengan
siapa, tapi hati tak bisa memilih untuk terpaku pada siapa. Seketika saya
tersenyum. Sungguh, saya tak bisa menahannya kali ini. Dibalik ceritanya yang
mendung, ada hujan yang menciptakan warna-warna yang mulai kentara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Saya hanya berharap untuk mereka yang pergi meninggalkan seseorang untuk seorang
yang lain tidak akan melakukan hal yang sama pada orang yang menjadi alasannya
meninggalkan orang sebelumnya. Saya selalu mendoakan mereka yang melakukan hal
semacam itu bahagia dengan pilihannya. Karena kalau tidak, orang yang
ditinggalkan pasti akan sangat merasa bersalah karena telah membiarkannya
pergi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Saya juga berharap untuk mereka yang telah ditinggalkan tetap melanjutkan perjalanannya yang sempat terhambat. Kehidupan terbentang luas di depan. Masih banyak kemungkinan
hidup yang akan dihadapi. Bukankah hidup ini bukan melulu soal hati. Lihatlah dunia luar,
masih banyak orang-orang kelaparan, pembunuhan, perang, ketidakadilan, dan segala macam penderitaan
yang lebih pelik dibandingkan patah hati. Jangan merasa menjadi orang yang
paling bersedih di dunia ketika banyak hal dalam hidup yang masih luput
dari kesyukuran kita. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Oh, ya, hampir saja saya lupa. Kalian yang ditinggalkan tentunya sudah tahu bagaimana
rasanya ditinggalkan seorang yang kalian percaya lebih dari diri kalian
sendiri, kan? Bagaimana rasanya? Kalau kalian benar-benar memahami rasanya,
jangan pernah lakukan hal semacam itu pada seseorang di masa depan. Itu hanya akan membuatmu menjadi orang paling malang di dunia.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />Berkemaslah, lalu berjalan lagi sebagaimana mestinya.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">
</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span lang="EN"><i>I always wonder why birds stay in the same place when they can fly anywhere
on earth. </i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<i><span lang="EN">Then I ask myself the same question. </span><span style="background-color: white; color: #181818; font-family: Georgia, serif; font-size: 10.5pt; line-height: 115%;">―</span> Harun Yahya</i></div>
<br />
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">
<!--[endif]--><o:p></o:p></span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com20tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-88533626673679531552013-04-21T21:43:00.000+08:002013-04-21T22:06:23.840+08:00collision!<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNJPi4tbllwJECBetznSu46QYoIMDIMPaRJshowZoT6Y3RPfs7howur8qx_kKYkkGsvlAOhC9VNciJIB8AgLTtstn9yGfnO6r45Gx9do4ora5qgZfU_Ecoo-DKXg-k4bFj7PsacOlhDd8/s1600/collision_over_ueberlingen_by_0greyfox0-d315bs5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="292" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNJPi4tbllwJECBetznSu46QYoIMDIMPaRJshowZoT6Y3RPfs7howur8qx_kKYkkGsvlAOhC9VNciJIB8AgLTtstn9yGfnO6r45Gx9do4ora5qgZfU_Ecoo-DKXg-k4bFj7PsacOlhDd8/s400/collision_over_ueberlingen_by_0greyfox0-d315bs5.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Malam belum berbuah bulan saat aku menggenapi kesepianmu. Matahari baru saja tertidur pulas di kaki langit. Orang-orang lalu lalang seperti kerumunan semut. Ramai tapi tak pernah saling bertabrakan. Sesekali mungkin, iya. Tapi tak sesering saat dua orang seperti kita bertemu.<br />
<br />
Anggap saja pertemuan kita ini selalu menghasilkan 'tabrakan'.<br />
<br />
Duniamu dan duniaku yang saling bertabrakan dalam kealpaan. Menjadikannya seperti dua meteor yang berbenturan pada galaksi yang luas. Hancur berantakan. Kepingan-kepingan kenangan yang berserakan dalam ingatan terburai di udara. Kau dan aku kemudian mengumpulkannya satu persatu lalu memaknainya lebih daripada saat mengingatnya seorang diri.<br />
<br />
Kau bercerita. Aku mendengarkan. Aku bercerita. Kau mendengarkan. Sesekali kita beradu pendapat. Begitulah esensi pertemuan seharusnya, saling mendengarkan. Cerita kita kemudian menceritakan dirinya sendiri. Bagaimana mereka kesepian dan akhirnya menemukan orang yang bisa dibagi ceritanya masing-masing. Sungguh, cerita kita kedengarannya gila dan sedikit konyol malam itu.<br />
<br />
Kita kemudian mencari tempat untuk duduk. Tak tahan karena tumpuan kaki yang sudah kelelahan menentukan langkah. Aku memilih duduk di dekat tangga. Kau memesan segelas minuman yang ragu kuberi nama dan tiga burger yang kupikir itu kebanyakan. Sekali lagi, malam yang dingin menjadi terasa hangat karena perhatianmu. Aku tersenyum, menyembunyikannya sambil menatap jalanan yang dikerumuni bintang-bintang yang merah menyala.<br />
<br />
Kau tak begitu suka dengan tangga. Orang datang dan pergi melewati kita. Mungkin kau memang orang yang seperti itu. Tak ingin terlalu mencolok di mata orang lain. Kau juga tidak terlalu suka dengan keramaian. Atau mencari perhatian orang lain dengan berdandan berlebihan. Kau, perempuan yang sederhana saja.<br />
<br />
Beruntunglah lelaki yang bersamamu, karena dengan kesederhanaanmu—aku bahkan yang bukan siapa-siapa merasa memiliki seluruh bumi saat di dekatmu. Ah, ini kedengaran terlalu dramatis. Padahal aku tidak suka hal-hal yang berbau drama. Terlalu melankolis. Aku tak bisa menampiknya.<br />
<br />
Aku punya rahasia kecil. Tapi sebenarnya bukan rahasia lagi. Aku selalu benci hari saat berdua denganmu. Iya, aku sangat tidak suka hari itu. Karena hari di mana kita bersama akan selalu dihabiskan oleh waktu dengan tergesa-gesa. Waktu seakan dikejar anjing gila. Tapi hanya sampai pada waktu aku membenci. Selebihnya, aku bersyukur. Malam tak mau kompromi rupanya. Kita harus pulang. Aku takut membuat orang rumahmu khawatir berlebih karena anak gadisnya pulang menghabiskan satu gelas malam.<br />
<br />
Setengah gelas malam sudah cukup. Selalu menyenangkan bisa menyusun <i>puzzle</i> cerita yang berantakan denganmu. Aku merindukan kepingan-kepingan cerita yang kita susun berdua waktu itu. Aku ingin menyelesaikannya. Mungkin bersamamu, atau kalau kau tidak sempat lagi, tak apa. Aku bisa menyusunnya sendiri.<br />
<br />
Aku akan membiarkan logika dan perasaan bertabrakan kali ini. Aku sudah tak ingin mencemaskan dua hal yang berlawanan sekaligus. Perasaan ingin itu, tapi logika menolaknya. Begitu sebaliknya dan seterusnya. Terbolak-balik. Hati menjadi terombang-ambing. Pikiran entah kemana. Bukankah hal semacam itu sangat melelahkan? Ah, tak usah diambil pusing. Bumi sudah cukup lelah dengan kesedihan yang ditampungnya sendirian, jangan menambah bebannya.<br />
<br />
<i>Ada saat di mana kehidupan menjadi seperti komedi yang ironis.</i><br />
<i>Di mana merindukan seseorang bahkan butuh keberanian yang lebih. </i><br />
<br />
<span style="font-size: x-small;">pict from <a href="http://0greyfox0.deviantart.com/art/Collision-over-Ueberlingen-183326693">here</a></span>Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com15tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-3736727396732854032013-04-15T21:21:00.004+08:002013-04-15T21:31:39.456+08:00Lelaki yang benci Hujan<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEify1CPM-wy9YvGvWXfiu5XiETA6ODuf93fIke9huf6_EPGZ3a5Qh873h-i1sRVKAxfPdp8RqNobL8FkFSZAz_HKJ9lVdzkOkUq-jxVjHD56BxEzheDWkRMw_Kd9rCNO-xZnUzjJnuEv50/s1600/No-rain_Wallpaper_l1u2x.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEify1CPM-wy9YvGvWXfiu5XiETA6ODuf93fIke9huf6_EPGZ3a5Qh873h-i1sRVKAxfPdp8RqNobL8FkFSZAz_HKJ9lVdzkOkUq-jxVjHD56BxEzheDWkRMw_Kd9rCNO-xZnUzjJnuEv50/s400/No-rain_Wallpaper_l1u2x.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Lelaki itu mengernyitkan dahinya ketika gerimis mulai jatuh perlahan.
Wajahnya yang merona merah karena sore yang keemasan di pinggir pantai itu
tiba-tiba saja berubah masam. Ada kekecewaan di batinnya yang perlahan mulai
mengiris. Membuatnya mengemis harapan tentang cuaca hari itu agar segera
membaik.</div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">
<br />
"Awan sialan!" Serapahnya begitu ketus.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Gerimis hanyalah pemberi kabar untuk hujan. Begitulah cara kerja langit sebelum
memberikan hal baik pada bumi. Ia akan memberikan hal-hal kecil sebelum memberi
hal-hal yang lebih besar. Hujan. Jatuh dengan khidmat di pantai itu. Dan lelaki
itu makin murka pada awan di atas sana. <br />
<br />
Ya, dia lelaki si pembenci hujan. Tak begitu suka dengan melankoli hujan dan
caranya meresonansikan kenangan manusia yang dijatuhinya. Tentu lelaki itu juga tak suka dengan
petrichor dan suara air di atas genteng. Ia tak peduli bagaimana hujan telah
melahirkan penyair hujan di luar sana. Ia hanya tak suka hujan dengan begitu
terlalu.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Ada alasan kenapa lelaki itu begitu benci dengan hujan. Saya pernah
mendengarnya dari teman masa kecilnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Konon, dulu ia mencintai hujan seperti mencintai ibunya sendiri. Ketika ia
bermain-main di pinggir pantai dan tiba-tiba hujan menyapu</span><span style="font-family: Calibri, sans-serif; font-size: 11pt; line-height: 115%;">—</span>ia akan berlari
menerjangnya. Bukannya pergi berteduh, tapi ia melibasnya dengan tubuhnya sambil tertawa kegirangan.
Bahagia baru saja diciptakan. Seorang anak kecil yang begitu mencintai air yang jatuh itu berlarian sepanjang
pantai menerka jatuhnya hujan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Tapi ia juga sedih setiap hujan turun. Karena di hari itu, ibunya biasanya
akan terlihat sedih. Ia menjadi merasa bersalah karena selalu bahagia setiap
ibunya merasa sedih. Bahagianya menjadi tidak sempurna lagi. Ia pernah bertanya
tentang hal itu pada ibunya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">"Bu, kenapa setiap hujan turun, ibu selalu kelihatan sedih dan
kecewa?"<br />
"Tidak apa nak, ibu hanya merasa kehilangan harapan setiap hujan
turun."<br />
"Maksud ibu?"<br />
"Tak apa nak, cintailah hujan sebisamu seperti sekarang ini. Bahagiamu
itu, rasakanlah sampai kelak kau bisa sedikit mengerti tentang dunia."<br />
<br />
Begitulah sedikit cerita yang saya tahu tentang lelaki yang membenci hujan itu.
Tentang keluarga yang merasa kehilangan harapan setiap hujan turun. Tentang
ibunya yang meninggal setahun kemudian karena tidak punya cukup uang untuk
berobat di kota. Tentang bagaimana ia melalui hidupnya dengan berjuang
seorang diri dengan menjadi petani garam.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Ya, lelaki itu seorang petani garam. Sama seperti ibunya.<br />
<br />
Ketika ia menyadari kehadiran hujan hanya membuat harapan untuk hidup
menjadi lebih dramatis, ia memilih untuk menjauhi hujan. Hujan membuat butiran-butiran air laut yang membeku oleh matahari menjadi cair kembali. Hujan membuat asa nya mengalir entah kemana. Sebisa mungkin ia tak
ingin mengenal hujan pada kehidupannya. Hujan yang begitu disukainya dari dulu.
Hal yang membuat seorang anak kecil bahagia begitu saja. Rasanya tak lagi sama sekarang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br />
Ada alasan kenapa hal-hal di dunia ini berjalan tidak sesuai dengan keinginan
kita. Kadang alasan itu terpampang jelas di depan kita. Kadang disembunyikan
oleh waktu. Kadang, memang sulit untuk kita mengerti dan terima. Tapi itulah
hidup. Tentang menerima segala kemungkinan dengan dada selapang danau
yang menerima hujan dengan keikhlasannya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN">Kemudian, suatu hari di dekat danau itu akan tumbuh berbagai tanaman baru. Pohon palem, perdu akasia, tanaman rambat, bunga-bunga liar, dan akhirnya akan bersemayam kehidupan lain dari dunia yang berbeda. Serangga, binatang melata, burung pipit yang bernyanyi di pagi hari, binatang-binatang malam yang mengawasi kesepian, dan kehidupan lain yang tak pernah benar-benar berhenti. Lihat, hidup selalu punya rahasianya sendiri. Begitupun kita.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /><i>"Ibu, aku mencintaimu. Seperti hujan yang rela jatuh memeluk bumi."</i> Kata lelaki itu pada suatu mimpi.</span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal">
<span lang="EN"><span style="font-size: x-small;">pict from <a href="http://worldssnapshots.blogspot.com/2012/07/rain-wallpapers-love-wallpapers-alone.html">here</a></span></span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com16tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-65757724222545257222013-03-07T16:24:00.001+08:002013-09-26T16:04:25.841+08:00kau, ingat ini!<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcenxaOvn2UTG6G4hAORrHDlYpKbifP87hAeep7yVNttjXSvZkfwzBLm283L9QjyUuzgd21ufC0qfKIXbLKGp9Ulac8PTFbEfF6jX5bgkLQC31bdSWY52SjHcpAUX5r6CqSIZeiSPk094/s1600/tumblr_llg97xukXR1qz51ako1_500.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcenxaOvn2UTG6G4hAORrHDlYpKbifP87hAeep7yVNttjXSvZkfwzBLm283L9QjyUuzgd21ufC0qfKIXbLKGp9Ulac8PTFbEfF6jX5bgkLQC31bdSWY52SjHcpAUX5r6CqSIZeiSPk094/s320/tumblr_llg97xukXR1qz51ako1_500.png" width="320" /></a></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Saya ingin menulis beberapa hal yang saya temui belakangan ini. </div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Suatu hari nanti saya harap ini akan menjadi <i>reminder</i> untuk diri saya sendiri dan mengingatkan kembali kenapa saya menulis ini. Ya, ini surat untuk diri saya sendiri di masa depan. </div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Entah itu besok, minggu depan, bulan depan, atau beberapa tahun lagi saat saya tidak mengenal diri saya lagi.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<b>Pertama. </b></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN">Beberapa manusia tak akan pernah ada habisnya mencoba menghabisimu dengan kata-katanya.
Mereka gemar sekali memojokkan tiap orang dengan tendensi kedudukan. Apapun
yang kau lakukan di mata manusia semacam ini, semuanya dusta. Tak ada yang
benar ataupun salah di matanya. Kata-katanya akan menjelma samurai. Kalau kau terpedaya kata-katamu juga akan bermetamorfosis jadi serdadu, mereka akan berperang. Kau hanya dianggap batu loncatan di sebuah arus sungai bernama
kehidupan. Mereka harus menginjakmu untuk sampai ke seberang. <o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN"><b>Kedua. </b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN">Kau akan menjadi manusia paling beruntung di seluruh galaksi kalau dalam hidup bisa jatuh hati hanya sekali. Realitanya, kita adalah sekumpulan makhluk
bumi yang tidak akan berhenti mencinta setelah kehilangan. Manusia itu
tempatnya segala kehilangan. Beruntungnya, kita bisa lebih kuat setelah
merasakannya. Sialnya, makhluk yang katanya sempurna ternyata tingkat kemonogamiannya tidak
bisa mengalahkan seekor cacing pipih, Diplozoom Paradoxum. Saat masih muda, cacing jantan dan betina akan bertemu lalu tubuh mereka akan melebur menjadi satu. Saya harap kau mengingat cacing pipih itu saat ingin merendahkan nilai hubunganmu pada seseorang dengan mengkhianatinya.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN"><b>Ketiga. </b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN">Ada beberapa manusia yang unik. Menganggap semua benda-benda di
dunia adalah pembanding terbaik dari kehidupan seseorang. Mereka menjadikannya
tameng untuk menutupi kekurangan atau menjadikannya pedang untuk menusuk
manusia lain. Evolusi jaman telah membutakannya tentang kesederhanaan. Bahkan
seorang manusia paling agung di dunia yang menjelaskan lewat perbuatan dan
kehidupannya belum juga membuka mata orang itu. Beda jaman, kilah mereka. Tapi kau, jangan sampai lupa kesederhanaan nabimu.<o:p></o:p></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN"><b>Keempat.</b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN">Suatu hari lingkungan akan menuntutmu untuk berubah. Menjadi apa
yang bukan dirimu bawa selama ini. Orang yang berbeda tapi masih di tubuh yang
sama. Ideologi dan cita-citamu tentang kebajikan yang kaku dan datar akan
diuji. Ruang-ruang di hatimu yang bercahaya kelamaan menjadi redup. Lingkungan
itu adalah arena pertarungan dengan dirimu sendiri, bukan orang lain. Kau
hanya harus mengingat ini, tetaplah menjadi manusia bebas yang tidak akan terbawa arus. Selama kau memeluk Tuhan di hatimu, selama itu pula kau akan dipeluk-Nya. Bahkan, saat kau lupa memeluk-Nya, Dia tak pernah lupa memelukmu.</span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN"><br /></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<span lang="EN"><b>Kelima.</b></span></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Masih ada banyak hal-hal baru di depan sana. Teman-teman baru, masalah-masalah yang baru dan segala kemungkinan yang tidak bisa kau tebak kedatangannya. Tetaplah menjadi seseorang yang ingin kau temui kelak. Orang yang menurutmu baik. Tentu saja baik belum cukup, kau juga harus benar dalam kebaikan. Orang yang katanya akan cepat mati. Tidak apa, tetaplah berbuat hal yang memang hatimu ingin dan bukan yang orang lain ingin lihat. Lagipula, kematian hanyalah pintu dari hal baru yang tidak pernah dimengerti oleh siapapun yang berteduh di bawah langit.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Keenam.</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Pencitraan adalah omong kosong terbesar yang pernah diciptakan manusia, simpan kata-kata itu di kepalamu. Suatu hari kau akan merasa membutuhkannya. Iya, kau hanya akan merasa membutuhkannya. Mungkin untuk mendapatkan teman, kedudukan, pujian, atau semacamnya. Tapi saya harap kau tetap sadar dengan apa yang kita telah sepakati di awal paragraf ini.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: justify;">
Sudah itu saja dulu, jaga kesehatan dan nuranimu untuk <b>kita</b>.</div>
</div>
<div class="MsoNormal">
<span style="font-size: x-small;">pict from <a href="http://ralfschwartz.typepad.com/rsc/2011/05/leaders-too-hyperactive-to-be-visionary.html">here</a></span></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com21tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-83584978035668622552013-02-24T22:35:00.001+08:002013-02-24T23:03:56.337+08:00dua orang yang beruntung<br />
<div class="MsoNormal">
Ada yang aneh dengan matahari pagi ini. Ia begitu dekat,
padahal jarum jam belum mendekati pukul 10. Saya ingat hari ini ada momen yang
sakral. Seorang perempuan yang dulunya penenun jingga sekarang akan menenun cahaya. Dia akan menikah. Apakah matahari juga
ingin melihatnya dari dekat? Ah, matahari yang tak tahu diri, pikirku.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya mengendarai sepeda motor dengan terburu-buru pagi itu.
Takut akan melewatkan momen yang banyak orang harapkan hanya terjadi sekali
seumur hidup. Di kepalaku tiba-tiba saja terjadi benturan aneh. Kalau memang ini
membahagiakan, kenapa banyak orang yang berharap ini hanya terjadi sekali? Saya
tertawa kecil. Menertawai pemikiran aneh barusan. Kalau pasanganku kelak
membaca ini pasti saya sudah digantung di tiang bendera. Motorku sampai lebih
dulu daripada isi pikiranku yang konyol.<br />
<br />
Suasana begitu ramai. Tidak seperti biasa memang. Mesjid sepagi ini ramai dengan anak-anak berpakaian
seragam dan ibu-ibu yang memakai kebaya. Tak kalah dengan para kaum adam yang
ingin terlihat lebih gentle dari biasanya dengan setelan jas hitam dan juga
kemeja batik. Tapi dari sekian banyak orang yang bergumul di sana. Mataku
terpaku pada seorang lelaki di tengah ruangan. Dia memakai pakaian berwarna
putih dengan renda yang memanjakan mata. Lelaki yang beruntung.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Lelaki yang lebih tinggi dari saya itu sedang disidang. Suaranya lantang mengikuti apa yang dikatakan penghulu. Tak ada keraguan dari suaranya. Begitu
lancar. Sungguh, lelaki ini begitu istimewa hari ini. Entah berapa banyak
rapalan doa yang dikirimkannya semalam. <br />
Saya merinding di detik itu. Saat orang-orang mengucapkan kata ‘Sah!’ secara
bersamaan. </div>
<div class="MsoNormal">
Langit dan bumi seperti sedang bergemuruh dalam bahasa sederhana, yang lebih bisa dimengerti dengan hati.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tak lama kemudian seorang perempuan keluar dari sebuah
ruangan, dijemput oleh lelaki itu. Perempuan penenun jingga itu terlihat
berbeda dari biasanya. Dengan gaun berwarna putih dan make up yang sedikit
tebal. Perempuan itu tersenyum sambil tersipu malu. Ribuan mata sedang
melihat ke arahnya sekarang. Sepasang mata yang menggandeng tangannya tak terkecuali.
Mungkin, itu yang membuat wajahnya merona jingga. Perempuan yang beruntung.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ada kesedihan yang dikubur di taman, ada air mata yang
menyuburi setiap pipi di ruangan ini. Tangis haru pecah dan kebahagiaan tumbuh
di mana-mana. Harapan, doa-doa, cinta, puisi, dan impian-impian baru
kemudian berserakan di lantai lalu sekelebat memuai terperangkap dalam jaring-jaring udara dan terbang ke langit. Tempat di mana
segala hal memang seharusnya tertanam. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Wajah mereka hampir mirip. Orang tua saya juga wajahnya
hampir mirip. Muka jodoh memang.” Kata seorang lelaki di sebelah saya membuka
obrolan. Saya hanya tersenyum sembari mengiyakan kata-katanya barusan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya sempat membacakan kalian sebuah puisi hari ini. Para
senior dan junior begitu kompak mengerjai saya. Entah kenapa saya terpengaruh
kali ini. Dengan tergagap-gagap saya membaca puisi untuk kalian. Maaf, baru
kali ini saya membaca puisi di depan banyak orang. Tapi sungguh, saya senang
sekali setelah membacanya. Walaupun terasa kacau balau, saya merasa sedikit
lega karena telah mewakili beberapa teman untuk memberi kalian sebuah hadiah
kecil siang itu, selain doa tentunya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Saya hanya ingin mengaminkan segala doa yang baik untuk kalian.<br />
Ada orang yang pernah bilang pada saya, kalau hal paling menyenangkan di dunia ini adalah bisa mencintai orang yang sama tiap pagi. O, ya, tentu itu bukan hal yang mustahil untuk kalian. Aamiin ya rabbal 'alamin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<i>man shabara zharira.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<i>siapa yang bersabar akan beruntung.</i><span style="background-color: white; color: #181818; font-family: georgia, serif; font-size: 14px; line-height: 18px;">―<i> La Tahzan</i></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<i><br /></i></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr6AZcfk6iREGS05cBJFnP0NXa5SOGKDozFQGr9yvX0elWKwfkCVwyqqDjHmzs-D1A7TL_vqCUsN-OLwrqby4MT6wqd7QyktJJZAsCTfiIT35Fic2Rfbs79H7Z-Ha9rpaLvRbcUNMadIs/s1600/554184_10152583579575257_292080434_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="275" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr6AZcfk6iREGS05cBJFnP0NXa5SOGKDozFQGr9yvX0elWKwfkCVwyqqDjHmzs-D1A7TL_vqCUsN-OLwrqby4MT6wqd7QyktJJZAsCTfiIT35Fic2Rfbs79H7Z-Ha9rpaLvRbcUNMadIs/s400/554184_10152583579575257_292080434_n.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">mas Syafaat dan kak Awa</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6aRIhGNVSEQ4cC0Y6CqXEhXEWI12lB-6xVV2KKs_Z1977n-iaN9JTitvPcoSPUeihL8Tonvk6w11ClvJCVMNJME7nMYpEW6pXsDVSPsrIcBWPGDHVnuptGy0aaqrPM1RAfyel0LyZD3Y/s1600/421782_10152584115505257_137212070_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi6aRIhGNVSEQ4cC0Y6CqXEhXEWI12lB-6xVV2KKs_Z1977n-iaN9JTitvPcoSPUeihL8Tonvk6w11ClvJCVMNJME7nMYpEW6pXsDVSPsrIcBWPGDHVnuptGy0aaqrPM1RAfyel0LyZD3Y/s400/421782_10152584115505257_137212070_n.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Ekspresi anak kecil disamping saya, cukup menjelaskan isinya -__-"</td></tr>
</tbody></table>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSV6ee5CPfZb1JqpwJ1ALrxdU7doZBik2tgeO-1TSoNkJtOTOPG4XV2Qu0Fe7C4bm0Ov_ac_y2ny0zKDm9I9a_koDX8jMBrumBmbmEv8vSNKbPFCDwvk1Nhxf6JnAeQ7XNQ36Jo7FxG6M/s1600/521495_10152584113825257_1227109435_n+%25281%2529.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiSV6ee5CPfZb1JqpwJ1ALrxdU7doZBik2tgeO-1TSoNkJtOTOPG4XV2Qu0Fe7C4bm0Ov_ac_y2ny0zKDm9I9a_koDX8jMBrumBmbmEv8vSNKbPFCDwvk1Nhxf6JnAeQ7XNQ36Jo7FxG6M/s400/521495_10152584113825257_1227109435_n+%25281%2529.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">es krim, tuan rumah paling tahu memanjakan lidah kami ( bloofers ) #destak</td></tr>
</tbody></table>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com18tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-22855162635125824492013-02-20T21:47:00.001+08:002013-02-20T23:23:24.624+08:00Ada yang Tenggelam<br />
<div class="MsoNormal">
Aku mengenal seorang perempuan yang mencintai laut. Katanya,
laut semacam arena yang sangat besar di kepalanya. Tempat di mana ribuan bahkan
jutaan kehidupan diciptakan lalu dipermainkan oleh waktu. Tempat asal muasal
dari banyaknya ordo di dunia. Itulah mengapa ia mencintai laut. Alasan yang sangat sederhana, kataku. Dia mencintai
sesuatu yang melahirkan kehidupan. Seperti itu ia mencintai ibunya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Namanya Retni. Dia memiliki mata yang unik—gerhana bulan
penuh. Berwarna hitam legam dengan cahaya yang berpendar di bawah hujan.
Senyumnya lebih mirip sebuah danau yang tenang tanpa riak. Ketika ia menangis,
bibirnya menjadi tempat yang menampung air matanya. Dia lebih suka meminum air
matanya sendiri daripada dibagi-bagi, bahkan untuk sebuah sapu
tangan sekalipun.<br />
Itu cerita yang sudah lama sekali.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Asin dan sedikit pekat,
katanya suatu hari saat kutanyai tentang rasa dari air mata.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Retni suka sekali mendengar suara ombak setiap pukul 5 sore.
Kecuali hari sedang hujan, dia akan lebih memilih mendengar suara hujan yang
jatuh di atas genteng. Rumah kami terlalu jauh dari pantai untuk mendengar
keduanya berduet. Katanya, debur ombak dan rintik hujan yang jatuh di
atas genteng hampir mirip. Mereka sama-sama bersuara untuk kedamaian. Semacam simponi dari alam yang selalu bisa menenangkan hati yang bergejolak. Lebih ampuh dari mendengarkan Van Beethoven atau musik apapun yang ada di dunia.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Suatu hari Retni mengajakku ke pantai. Dia ingin menikmati
langit senja yang terbakar cemburu karena melihat kami di bibir pantai. Berdua
saja. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dia perempuan yang lucu, pikirku. Begitu mencintai laut tapi
tak tahu caranya berenang. Apa dia tidak takut suatu hari nanti laut
memanggilnya dalam mimpi? Dan saat terbangun dia sudah ada di atas perahu kayu yang berlubang di tengah
samudera—jantung dari laut yang paling dalam. Di sana Retni bisa menenggelamkan
dirinya kalau memang itu alasan dia tak ingin belajar berenang. Menenggelamkan
seluruh tubuh dan perasaannya sampai ke dasar laut, tempat yang lebih pekat
dari air matanya, tempat yang lebih gelap dari bola matanya. <br />
Ah, khayalanku diterbangkan angin.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aneh, kenapa kau berani mencintai laut kalau memang tidak
bisa berenang?” Pertanyaan itu tergelincir begitu saja dari lidahku, mungkin karena hampir mati dimakan penasaran.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ia tersenyum sambil mendongak ke atas, melihat gumpalan awan
yang lebih mirip bantal yang penuh dengan bulu-bulu angsa. Memperbaiki posisi duduk dan menghela nafas yang panjang. Dengus nafasnya
terdengar jelas berbaur dengan suara angin dan burung-burung di sekitar pantai. Aku tak tahu jenis burung apa itu, suaranya parau seperti gagak tapi lebih enak didengar ketimbang gagak itu sendiri.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
“Aku suka saja baunya, khas sekali. Seperti petrichor saat hujan. Aku suka mendengar debur
ombak yang menyamarkan debar jantung saat dekat denganmu.” Katanya singkat
dengan kerling matanya yang teduh.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Aku salah tingkah. Tanganku gagap tiba-tiba memegangi
tangannya. </div>
<div class="MsoNormal">
Dia tersenyum lembut, lebih lembut dari kembang gula. </div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kami lalu terdiam di bibir pantai itu. Saling
menebak isi pikiran masing-masing. Padahal tanpa perlu menebak, Retni sudah
tahu apa isi pikiranku. Sebuah rumah sederhana yang ramai dengan suara tawa dan tangis
anak kecil. Aku bosan mendengar suara televisi atau radio untuk
mengusir sunyi seperti saat lajang dulu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
"Tuhan, selalu memeluk kita mas. Terima kasih sudah begitu sabar menunggu." kata Retni yang tadinya begitu kelu.</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Aku tahu caranya berenang, mungkin itu alasan Retni menerima lamaranku dulu.
Agar saat ia pergi ke pantai ia tak perlu takut terbawa arus laut, aku akan ada
di sana bersamanya. Walaupun kadang aku juga iri pada laut, kenapa ia harus
menjadi alasan perempuan ini menikahiku.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Untung saja perempuan yang kudekap hangat di bawah rimbun pohon palem yang berjejer itu tidak tahu, bahwa orang yang pintar
berenang belum tentu tidak bisa tenggelam.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<i>Aku tenggelam pada kesederhanaan Retni, sangat dalam.</i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: right;">
<i><br /></i></div>
<table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto; text-align: center;"><tbody>
<tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHl9YTKIoUdbHYNsn1Z2vJKVNoadf3oN0lgoLleKCfRslVFJX11dx25NHyd6NWPNygdMJri3O4cbZfMTsGZLbRgXm_O7NA44Q0-lJlBspqcpDFzcPgvFyAnxPe3e-vOZYOV11pIP4csfY/s1600/tumblr_ktocu5yuJu1qzq8zqo1_500.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" height="266" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhHl9YTKIoUdbHYNsn1Z2vJKVNoadf3oN0lgoLleKCfRslVFJX11dx25NHyd6NWPNygdMJri3O4cbZfMTsGZLbRgXm_O7NA44Q0-lJlBspqcpDFzcPgvFyAnxPe3e-vOZYOV11pIP4csfY/s400/tumblr_ktocu5yuJu1qzq8zqo1_500.jpg" width="400" /></a></td></tr>
<tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">pict from <a href="http://1.media.tumblr.com/tumblr_ktocu5yuJu1qzq8zqo1_500.jpg">here</a></td></tr>
</tbody></table>
<div class="MsoNormal">
<!--[if !supportLineBreakNewLine]--><br />
<!--[endif]--></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com39tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-62754034217740955362013-02-07T20:05:00.000+08:002013-02-14T16:24:40.622+08:00perempuan dan bangku kosongPerempuan itu sering sekali duduk di sana. Di tepi danau memanjakan kakinya pada rumput dan tanah basah. Untuk seukuran anak perempuan sebayanya―cukup tinggi dan masih sangat muda. Gaya khas pakaiannya adalah tren anak muda masa kini. Berjilbab, rapi, <i>fashionable, </i>tentu saja sangat sopan dan membuat lelaki begitu sayang untuk menundukkan kepala. Cahaya yang memantul di tepian danau membuat pemandangan itu seperti lukisan di museum yang kudatangi beberapa tahun lalu. Meneduhkan.<br />
<br />
Saya sudah sering melihatnya di sana. Seperti biasa dengan segelas kopi di samping kanannya. Kami sudah saling mengenal pula. Dia perempuan yang mencintai kesedihan. Dia mempunyai hubungan khusus dengan murung, lambaian tangan, apalagi air mata. Bukan tanpa alasan. Mana ada seseorang yang berhubungan dengan kemuraman tanpa alasan, itu gila namanya. Tidak, dia masih waras. Masih mengingat namanya dan juga seluk beluk kehidupannya. Dia sudah bercerita banyak, mungkin cukup banyak untuk ukuran orang asing sepertiku.<br />
<br />
Katanya, seorang pria telah membawa hatinya pergi. Seluruh isi pikirannya sudah tumpah ruah menjadi genangan air di sepanjang jalan yang dilewatinya. Genangan itu bukan kenangan. Bukan pula mesin waktu. Itu hanya genangan tentang gambaran sebuah moment yang dirindukan, disesali, lalu kadang diharapkannya.<br />
<br />
Dia melihat ke arahku, datar. Kami terdiam beberapa saat sebelum akhirnya suaranya memecah udara di sekitar danau itu. Bangku yang kami duduki bergerak menahan beban tubuh perempuan itu, saya kemudian menyeimbangkan posisi duduk.<br />
<br />
“Genangan itu istimewa, waktu dan panasnya matahari tidak membuatnya surut atau lenyap.”<br />
<br />
“Ambil saja gayung atau injak-injak saja genangan itu, biar terkuras dan terburai ke udara.” Kataku dengan sedikit ketus karena bosan mendengar ceritanya tentang lelaki itu, entah siapa dia.<br />
<br />
Raut wajahnya berubah masam. Kornea matanya berembun seperti kaca jendela kamarku di pagi hari. Kaca jendelaku tidak apa, masih kuat menahan hujan, tapi mata perempuan ini tidak. Sungguh, kecintaannya pada kesedihan telah membuatnya begitu rapuh. Angin bertiup, udara yang lembab, bunga sakura yang beterbangan dan wangi yang menyengat hidung membuat suasana itu begitu ramai.<br />
Tangannya masih mengepal. Dinding kokoh yang membendung air bah kesedihan mulai retak di mana-mana. Sepertinya kata-kataku barusan terlalu kejam. Saya berkilah itu hanya gurauan.<br />
<br />
“Bagaimana caranya berhenti di satu titik di mana kita tidak bisa berhenti?” Matanya tampak serius. Tak ada keraguan dalam kata-katanya, pun tak ada kesungguhan. Hanya ada hampa. Seperti pertanyaan basa-basi yang ingin segera dilupakan tapi selalu ingin diselesaikan oleh jawaban.<br />
<br />
“Titik, bukan akhir. Kenapa harus bergantung pada titik itu. Masih ada banyak tanda baca, banyak sekali hal yang masih bisa kau lanjutkan.”<br />
<br />
“Seperti menyukai seseorang begitu dalam, sampai lupa jalan pulang misalnya?”<br />
<br />
“Hahaha, itu klise. Tiap orang selalu punya jalan untuk pulang. Tiap orang tanpa sadar akan menyisahkan remah-remah roti di sepanjang jalan sebagai tanda agar mereka tidak tersesat saat pulang nanti. Di perjalanan pulang, bisa saja dia menemukan orang lain lagi. Mungkin orang-orang seperti itu yang akan menuntun kepada kepulangan yang benar-benar kita mau.”<br />
<br />
“Teori macam apa itu. Buat lebih sederhana!” Katanya begitu pasif.<br />
<br />
“Berjalanlah lagi, hati tak punya skala, rasio, satuan, berat, atau apapun yang bisa membatasinya. Kau bebas bersama hatimu, pikiranmu hanya terlalu naif.” Saya berhenti. Tidak ingin melanjutkan lagi dan berharap dia mengerti.<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3aGXZnWLRwcmESS67xsAIbXYm80yqzd9of0PMR5YXWoyos22sxooxM44GR-ErA_45M4WSBrrhyilW1Z6aoWTeljXHoRwByjFdgLDXuGycJc8YlQEjVLxE7-EqRwlkVHMYdQI99ZF5mHw/s1600/autumn-banch-red-starbucks-favim-com-122713.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="255" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3aGXZnWLRwcmESS67xsAIbXYm80yqzd9of0PMR5YXWoyos22sxooxM44GR-ErA_45M4WSBrrhyilW1Z6aoWTeljXHoRwByjFdgLDXuGycJc8YlQEjVLxE7-EqRwlkVHMYdQI99ZF5mHw/s400/autumn-banch-red-starbucks-favim-com-122713.jpg" width="400" /></a></div>
<br />
Perempuan itu terdiam. Seperti ingin mencerna kata-kataku barusan dengan matang. Lahap, dia begitu lahap menelan setiap kata-kata yang kulontarkan. Itu jelas tergambar di matanya. Tapi sayang, tidak berlangsung lama. Matanya kembali menjadi danau, sedangkan danau di depanku telah lelah menampung sisa-sisa hujan di mata perempuan itu.<br />
<br />
Sampai hari telah bosan dengan pakaian jingganya, perempuan ini tak kunjung mengeluarkan suara. Ia hanya duduk di sana. Menatap nanar segala pantulan di danau itu. Bunga sakura yang mekar tepat di musimnya tampak indah berguguran sore itu. Tapi perempuan ini tak bisa juga menikmatinya. Pikirannya terlalu keruh di permukaan air dan begitu berkabut di daratan. Lambaian tangan telah menjatuhkan hatinya pada kesedihan. Semua menjadi tampak samar.<br />
<br />
Matahari tertidur pulas. Binatang malam memulai kehidupannya sekali lagi. Perempuan itu juga telah pergi beberapa menit yang lalu. Meninggalkan segelas kopi yang masih dingin dengan pahit yang tidak biasa―bodohnya saya karena mencobanya. Dia pergi tanpa pamit, tanpa kata-kata perpisahan yang mungkin sudah terlalu basi di antara orang asing. Saya bertengkar dengan bangku kosong di pinggir danau itu, tentang siapa di antara kami yang akan mengabadikan senyum perempuan itu nanti malam.<br />
Pertengkaran omong kosong tanpa hasil.<br />
<br />Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com28tag:blogger.com,1999:blog-2496305241845425791.post-50175359044338066442013-01-28T19:25:00.000+08:002013-06-12T21:01:44.397+08:00Percayakan masa depan di Bank Mandiri“Menabunglah, maka kemungkinan terburuk di masa depan akan
menjadi kemungkinan terbaik.”<br />
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Itu kata-kata yang selalu saya pegang selama ini. Ketika
mendapatkan uang lebih atau rejeki yang tak terduga biasanya akan selalu saya
sisihkan sebagian untuk ditabung. Tapi sekarang ini, untuk menabung saja kita
harus pintar-pintar memilih tempat untuk menyimpan uang. Beberapa Bank punya
bunga yang sangat tinggi dan Bank lainnya minim akan kepercayaan dari
nasabahnya.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Tapi di<a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;"> Bank</span><span style="color: blue;"> Mandiri</span> </a>saya mendapatkan semua keinginan yang
merupakan impian dari seorang nasabah. Kemudahan dalam melakukan transaksi perbankan
sangat terasa sekali. Proses membuka tabungan yang tidak berbelit-belit, dan
pengambilan uang yang bisa saya lakukan di mana saja. Itu karena ATM <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a> yang tersebar di seluruh Indonesia. Dan sampai sekarang <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a> terus berpacu dengan waktu dan up to date dalam dunia teknologi agar terus bisa memberi kepuasaan terhadap nasabahnya untuk tetap nyaman dalam bertransaksi.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Semua kenyamanan dan kemudahan yang dinikmati oleh nasabah
sejalan dengan misi dari<span style="color: #783f04;"> </span><a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri </span></a>yang selalu konsisten, yaitu berintegrasi
pada pemenuhan kebutuhan pasar, mengembangkan sumber daya manusia profesional,
memberi keuntungan yang maksimal bagi mitra kerja, melaksanakan manajemen
terbuka, peduli terhadap kepentingan masyarakat dan lingkungan.</div>
<div class="MsoNormal">
Kepuasan nasabah Ini juga masih berorientasi dengan visi
dari <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span><span style="color: blue;"> Mandiri</span> </a>itu sendiri : Menjadi Lembaga Keuangan Indonesia yang paling
di kagumi dan selalu progresif.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dengan banyaknya promo dari macam-macam Bank yang ada di
Indonesia, seorang calon nasabah haruslah cermat dan cerdas dalam menentukan
bank mana yang ingin dipercayakannya. <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri </span></a>telah mendapatkan prestasi
sebagai Bank Terbaik di Indonesia. Ini merupakan salah satu faktor yang bisa
membuat kita mempercayakan rencana masa depan keuangan kita terhadap <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri.</span></a></div>
<div class="MsoNormal">
Apa lagi ditambah dengan banyaknya fasilitas yang bisa kita
nikmati, seperti:</div>
<div class="MsoNormal">
<o:p><br /></o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<b>1. KTA Mandiri </b></div>
<div class="MsoNormal">
Mandiri Kredit Tanpa Agunan adalah bentuk kredit dengan tanpa agunan dari<span style="color: #783f04;"> </span><a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span> </a>untuk bermacam-macam keperluan kepada perorangan yang memenuhi persyaratan sebagai calon debitur.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Kelebihan KTA Mandiri:</div>
<div class="MsoNormal">
Sesuai namanya, KTA<a href="http://www.bankmandiri.co.id/"> <span style="color: #783f04;">Bank </span><span style="color: blue;">Mandiri</span></a> bisa didapatkan dengan "tanpa agunan"</div>
<div class="MsoNormal">
Pembayaran cicilan yang ringan</div>
<div class="MsoNormal">
Limit kredit sampai dengan Rp. 200 juta</div>
<div class="MsoNormal">
Lama Jangka waktu kredit disediakan dalam 5 pilihan</div>
<div class="MsoNormal">
Memperoleh Perlindungan Asuransi Jiwa</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Ketentuan Mendapatkan KTA Mandiri:</div>
<div class="MsoNormal">
Warga Negara Indonesia (WNI) & berdomisili di Indonesia</div>
<div class="MsoNormal">
Umur minimum 21 tahun & maksimum 55 tahun (pada saat kredit lunas)</div>
<div class="MsoNormal">
Memiliki pekerjaan / penghasilan tetap per bulan minimal: Rp. 2,5 juta</div>
<div class="MsoNormal">
Memiliki pekerjaan / penghasilan tetap per bulan minimal: Rp. 2 juta </div>
<div class="MsoNormal">
<o:p>Limit kredit maksimal 5 kali gaji (Rp.5 juta s/d. Rp. 200 juta) </o:p></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>2. Mandiri KPR </b></div>
<div class="MsoNormal">
Mandiri KPR ( Kredit Pemilikan Rumah ) Adalah kredit pemilikan rumah dari<span style="color: #783f04;"> </span><a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span> </a>yang diberikan kepada perorangan untuk keperluan pembelian rumah tinggal/apartemen/ruko/rukan yang dijual melalui developer atau non developer. Seorang nasabah tidak perlu lagi repot atau pusing menentukan tempat tinggal yang nyaman untuk dihuni dengan cicilan bunga yang rendah, bisa langsung menghubungi pihak Bank Mandiri. Atau info lebih lengkap langsung saja ke situs resmi Bank Mandiri http://www.bankmandiri.co.id/article/378083840178.asp</div>
<div class="MsoNormal">
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvmOXGyTJyv5so9bYqA42uiQJrNZYF22HYrkaLLy994MIW5RD14orTqWNayt-66tEc8ykgANjTK-S-8TiLJse3Ea9D60I7jbazSf950An_SMzi2imwGT4TzIobAvkfoMhmUj5nMl7jGg8/s1600/Mandiri+KPR+-+segera+wujudkan+keinginan+memiliki+rumah+idaman+mandiri+kpr+Terdepan,+Terpercaya.+Tumbuh+bersama+Anda.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvmOXGyTJyv5so9bYqA42uiQJrNZYF22HYrkaLLy994MIW5RD14orTqWNayt-66tEc8ykgANjTK-S-8TiLJse3Ea9D60I7jbazSf950An_SMzi2imwGT4TzIobAvkfoMhmUj5nMl7jGg8/s1600/Mandiri+KPR+-+segera+wujudkan+keinginan+memiliki+rumah+idaman+mandiri+kpr+Terdepan,+Terpercaya.+Tumbuh+bersama+Anda.jpg" /></a></div>
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>3. Mandiri Tabungan</b></div>
<div class="MsoNormal">
Mandiri tabungan tidak sama dengan tabungan di Bank Lain, Transaksi anda akan lebih nyaman, mudah, dan efesien karena <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a><span style="color: blue;"> </span>selalu mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat yang berubah-ubah dan semakin banyaknya kebutuhan akan teknologi. Ada beberapa macam tabungan dalam kategori ini, misalnya untuk bisnis, untuk naik haji, untuk tabungan valas, dan untuk tabungan TKI.</div>
<div class="MsoNormal">
Untuk info yang lebih anda bisa langsung mengaksesnya di http://www.bankmandiri.co.id/article/875447371254.asp</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
Dan yang lebih penting dari Mandiri Tabungan ini adalah Mandiri Tabungan Rencana untuk masa depan anda akan lebih safety, di mana nasabahnya akan mendapat ekstra perlindungan asuransi. Anda akan bisa lebih menikmati hari-hari dan tak perlu khawatir dengan masa depan.</div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<b>4. Mandiri Kartu Kredit</b></div>
<div class="MsoNormal">
</div>
<div class="MsoNormal">
Kartu Mandiri adalah fasilitas kartu dari Tabungan Mandiri/Giro Rupiah Perorangan yang memberikan Anda keuntungan dan keleluasaan penggunaan seperti kartu kredit. Tidak repot membawa berbagai macam kartu untuk sekedar tarik tunai, bayar tagihan dan berbelanja. Anda tidak perlu khawatir, Kartu Mandiri ini bisa digunakan di 10 juta tempat yang ada di dunia berlogo Visa/Plus, dan tentu saja juga tersebar di seluruh Indonesia. Untuk info yang lebih tentang ATM <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a><span style="color: blue;"> </span>anda bisa langsung mengaksesnya di http://www.bankmandiri.co.id/article/726762328484.asp</div>
<div class="MsoNormal">
<div style="text-align: center;">
<b><br /></b></div>
<div style="text-align: center;">
<b>Mandiri Corporate - Life In Mandiri.</b></div>
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<iframe allowfullscreen='allowfullscreen' webkitallowfullscreen='webkitallowfullscreen' mozallowfullscreen='mozallowfullscreen' width='320' height='266' src='https://www.youtube.com/embed/y5UicfHy3g0?feature=player_embedded' frameborder='0'></iframe></div>
<div class="MsoNormal">
<br />
Jangan sampai salah dalam memilih Bank membuat tabungan untuk rencana masa depan anda menjadi sia-sia. Hanya di <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank </span><span style="color: blue;">Mandiri</span></a> kita bisa menikmati segala kenyamanan dalam transaksi dan kepercayaan dari jutaan nasabah yang membuat <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a><span style="color: blue;"> </span>selalu menjadi yang terdepan dalam memuaskan nasabahnya.<br />
Karena itu apapun keinginan Anda, Bank Mandiri saja.<br />
<br />
Selengkapnya tentang <a href="http://www.bankmandiri.co.id/"><span style="color: #783f04;">Bank</span> <span style="color: blue;">Mandiri</span></a> silahkan kunjungi situs resminya http://www.bankmandiri.co.id</div>
Ujang Arnashttp://www.blogger.com/profile/10602795497431804738noreply@blogger.com66