Hari itu kita melakukannya lagi, saling menunggu bersama cemas yang dari tadi terus meleleh karena matahari. Yah, memang siang itu matahari terlihat lebih nakal dari biasanya. Itu wajar, ia mungkin tersinggung karena kita yang hampir-hampir menyainginya, melupakannya, bahkan membuatnya terlihat tak ada apa-apanya dibanding semangat kita yang terus meluap siang itu.
Semangat, kata yang begitu klise untuk sebagian orang. Tapi kalian membuktikan satu hal padaku, semangat seperti itu bukanlah hal kecil yang membuat semuanya terlihat biasa-biasa saja hari itu. Kalian itu seperti pohon-pohon rindang yang menyejukkan sepanjang perjalanan, sekumpulan awan di siang hari, atau payung yang bertebaran sepanjang pantai.
Siang itu saya pertama kali bertemu dengan seseorang yang mungkin punya segunung semangat di meja makannya, katanya dia menunggu dari tadi. Entah berapa kantong semangat yang dibawanya. Kupikir cemasnya sudah meleleh sejak melihatku, setidaknya dia sudah tidak merasa sendiri lagi di sana. Tak lama kemudian satu persatu dari kalian mulai berdatangan seperti gerimis yang berbaris rapi, itu menandakan sebentar lagi akan hujan.
Hujan kalian sudah membuat pelangi siang itu, di langit yang berdoa di mata anak-anak itu. Langit yang terkadang kita lupa kalau di sana ternyata lebih indah melukis warna. Langit yang polos dan begitu lugu. Tak terlihat awan gelap yang mengepul di sana, langitnya masih begitu biru seperti lautan lepas,dan di sana tersimpan begitu banyak kemungkinan.
Terima kasih Emi, untuk sebuah kamera kaleng sederhana yang menciptakan foto menarik. Kamera lubang jarum katamu. Kau sudah menjelaskannya dengan baik. Bapak disampingku bahkan bilang itu mustahil sebelum kau menunjukkan hasil fotonya siang itu. Kau akan menjadi fotografer hebat Emi, seperti mereka yang kau kagumi itu. Kalau disuruh memilih antara fotografi dan sastra, kau akan memilih apa? Ah, jangan pisahkan mereka.
Terima kasih Kak Atun, untuk pelajaran menulis lagi hari itu. Kau memang berbakat dalam hal tulis menulis, apa lagi puisi. Apakah kau sarapan pagi bersama puisi atau menghabiskan malam bersamanya, akupun masih bingung. Tapi, kenapa kau jarang menulis lagi di blog? Sepertinya kesibukan bersama anak didikmu itu menyita waktumu. Tak apa, karena saya yakin kelak kau akan menikah dengan puisi. Kalaupun tidak, kau mungkin akan menjadikannya selingkuhan paling setia.
Terima kasih kak Arya untuk konsep acara ini, kak Pipi yang sibuk bolak-balik dan mendata peserta, kak Yuni bendahara yang rajin ke atm, kak Nunu dan kak Mirna yang pesan makanan, lalu kak awa yang memastikan tempatnya, Aisyah untuk moderato/mc yang seru, Ilham untuk kultumnya yang bagus dan Haerul untuk dokumentasinya.
Yang paling penting, terima kasih untuk kalian yang hadir memeriahkan acara kita ini: kak Fadli, kak Gaffur, kak Arman, kak Latifah, Abel, kak Eppe, kak Uti, kak Adi, Wahyudin, Amel, Atifah, Amma. Jangan kapok pokoknya.
Hei, tentu saja terima kasih untuk semua warga bloofers di luar sana yang sudah menjadi donatur. Ah benar-benar terima kasih yang tak ada habisnya untuk kalian.
 |
Thank you guys |
 |
Beliau yang di antara kami itu, orang hebat. Subhanallah. |
 |
Emi sedang memotret dengan kamera lubang jarumnya |
 |
Hasil dari foto pake kaleng sederhana. |
 |
kak atun di kelas menulis.hha |
Makassar, 15 agustus 2012
*dokumentasi lebih ke sini