Aku mengenal seorang perempuan yang mencintai laut. Katanya,
laut semacam arena yang sangat besar di kepalanya. Tempat di mana ribuan bahkan
jutaan kehidupan diciptakan lalu dipermainkan oleh waktu. Tempat asal muasal
dari banyaknya ordo di dunia. Itulah mengapa ia mencintai laut. Alasan yang sangat sederhana, kataku. Dia mencintai
sesuatu yang melahirkan kehidupan. Seperti itu ia mencintai ibunya.
Namanya Retni. Dia memiliki mata yang unik—gerhana bulan
penuh. Berwarna hitam legam dengan cahaya yang berpendar di bawah hujan.
Senyumnya lebih mirip sebuah danau yang tenang tanpa riak. Ketika ia menangis,
bibirnya menjadi tempat yang menampung air matanya. Dia lebih suka meminum air
matanya sendiri daripada dibagi-bagi, bahkan untuk sebuah sapu
tangan sekalipun.
Itu cerita yang sudah lama sekali.
Itu cerita yang sudah lama sekali.
Asin dan sedikit pekat,
katanya suatu hari saat kutanyai tentang rasa dari air mata.
Retni suka sekali mendengar suara ombak setiap pukul 5 sore.
Kecuali hari sedang hujan, dia akan lebih memilih mendengar suara hujan yang
jatuh di atas genteng. Rumah kami terlalu jauh dari pantai untuk mendengar
keduanya berduet. Katanya, debur ombak dan rintik hujan yang jatuh di
atas genteng hampir mirip. Mereka sama-sama bersuara untuk kedamaian. Semacam simponi dari alam yang selalu bisa menenangkan hati yang bergejolak. Lebih ampuh dari mendengarkan Van Beethoven atau musik apapun yang ada di dunia.
Suatu hari Retni mengajakku ke pantai. Dia ingin menikmati
langit senja yang terbakar cemburu karena melihat kami di bibir pantai. Berdua
saja.
Dia perempuan yang lucu, pikirku. Begitu mencintai laut tapi
tak tahu caranya berenang. Apa dia tidak takut suatu hari nanti laut
memanggilnya dalam mimpi? Dan saat terbangun dia sudah ada di atas perahu kayu yang berlubang di tengah
samudera—jantung dari laut yang paling dalam. Di sana Retni bisa menenggelamkan
dirinya kalau memang itu alasan dia tak ingin belajar berenang. Menenggelamkan
seluruh tubuh dan perasaannya sampai ke dasar laut, tempat yang lebih pekat
dari air matanya, tempat yang lebih gelap dari bola matanya.
Ah, khayalanku diterbangkan angin.
Ah, khayalanku diterbangkan angin.
“Aneh, kenapa kau berani mencintai laut kalau memang tidak
bisa berenang?” Pertanyaan itu tergelincir begitu saja dari lidahku, mungkin karena hampir mati dimakan penasaran.
Ia tersenyum sambil mendongak ke atas, melihat gumpalan awan
yang lebih mirip bantal yang penuh dengan bulu-bulu angsa. Memperbaiki posisi duduk dan menghela nafas yang panjang. Dengus nafasnya
terdengar jelas berbaur dengan suara angin dan burung-burung di sekitar pantai. Aku tak tahu jenis burung apa itu, suaranya parau seperti gagak tapi lebih enak didengar ketimbang gagak itu sendiri.
“Aku suka saja baunya, khas sekali. Seperti petrichor saat hujan. Aku suka mendengar debur
ombak yang menyamarkan debar jantung saat dekat denganmu.” Katanya singkat
dengan kerling matanya yang teduh.
Aku salah tingkah. Tanganku gagap tiba-tiba memegangi
tangannya.
Dia tersenyum lembut, lebih lembut dari kembang gula.
Kami lalu terdiam di bibir pantai itu. Saling
menebak isi pikiran masing-masing. Padahal tanpa perlu menebak, Retni sudah
tahu apa isi pikiranku. Sebuah rumah sederhana yang ramai dengan suara tawa dan tangis
anak kecil. Aku bosan mendengar suara televisi atau radio untuk
mengusir sunyi seperti saat lajang dulu.
"Tuhan, selalu memeluk kita mas. Terima kasih sudah begitu sabar menunggu." kata Retni yang tadinya begitu kelu.
Aku tahu caranya berenang, mungkin itu alasan Retni menerima lamaranku dulu. Agar saat ia pergi ke pantai ia tak perlu takut terbawa arus laut, aku akan ada di sana bersamanya. Walaupun kadang aku juga iri pada laut, kenapa ia harus menjadi alasan perempuan ini menikahiku.
Untung saja perempuan yang kudekap hangat di bawah rimbun pohon palem yang berjejer itu tidak tahu, bahwa orang yang pintar
berenang belum tentu tidak bisa tenggelam.
Aku tenggelam pada kesederhanaan Retni, sangat dalam.
pict from here |
Zzzzz...
ReplyDeleteCepat2 mi nikah, Dek.
Ehtapi, artinya dilumbaika' dih?
Hahaha
hha ampun kak, duluan mki. tidak ji saya, ndak enakan soalnya sama senior. #ehh hha
DeleteSepertinya ada hati yang tenggelam juga hehehehe.
ReplyDeleteNiche blog :)
hha, segera ditolong mas. :>
DeleteAh penutup yang manis. Selalu terkesima caramu mengkombinasikan kata Chank. Salut...
ReplyDeleteterima kasih uzay telah mammpir :)
Deletebaiklah ditunggu post berikutnya :D
DeleteUchank.. Tulisanmu selalu saja bikin Galau...
ReplyDeleteseperti Film Korea saja, endingnya susah ditebak :)
hha, jangan dibawa galau lah kak. :D
DeleteSiapa Retni? Mengapa mengingatkannya pada diriku sendiri? Tentunya dengan lelaki lain yang berada disampingku :p
ReplyDeleteHha, Retni adalah perempuan. #lah..
DeleteAh aku Perempuang (yang selalu jatuh cinta pada) Laut lo... ;p
ReplyDeletehha habis dari makassar ini pasti.
DeleteAda yang tenggelam.., sumber inspirasix dr kota makassar yg kebanjiran di'? heheh...
ReplyDelete---
teduh nyimaknya sob!
hha, bisa saja. ndak juga ji :D
DeleteUcank, jari-jari kamu belajar kursus di mana sih? kok bisa nulis cerita2 romantis macam giniiii. Mestinya aku belajar dari uchank nih biar bisa nulis cerita super romantiss.
ReplyDeleteBy the way, aku juga seneng banget ngeliat laut, dan bisa berenang, tapi anehnya suka mabuk laut klo naik kapal, hahaha
haha, ndak pake kursus mbak. tulis saja apa yang emang mau mau ditulis. romantis? hha sungguh?
Deleteterima kasih sudah mampir :)
aaah.. ucaaank....
ReplyDeletetulisanmu itu... >_< kapan2 bikin perempuan (pecinta) gunung doong hahaha
ampun. nanti saya coba deh ajiz :)
Deletehaiyaaah... nama ajiz ternyata nyampe makassar juga.. wkwkwk
Deletebener, ane bukan penyuka cerita2 macam gini, tapi yang ini rasanya kok beda ya? terenyuh gimana gitu
ReplyDeleteterima kasih sudah mampir.,
DeleteMeleleh bcanya :)
ReplyDeleteterima kasih telah mampir :)
DeleteSoo sweeet :') ternyataudah nikah ama Retni ya? hanyut sampe bacanya ! bagus bangett
ReplyDeleteterima kasih, jangan bosan ya :D
Deleteberarti kalau akangnya ketemu saiia.. pertanyaan itu juga yg akan di tanyakan.. gmn bisa mencintai laut kalau gag bisa berenang.. ?!? itulah saiia :p
ReplyDeletekebetulan saiia ada oleh-oleh.. silahkan di ambil iia kang.. makasii :)
hahaha. gapapa, sapa tau nasibnya kayak Retni.
Deletesiap :)
keren ceritanya, berbalut puisi, romantis
ReplyDeleteterima kasih telah mampir.
DeleteApa itu petrichor?
ReplyDeleteKeren ini ceritanya .. ikut2 lomba juga deh :)
petrichor itu bau tanah basah waktu hujan bunda :D
Deletemanis sekali ka uchank tulisannya, suka :)
ReplyDeleteterima kasih mita, sudah sering ke sini :)
Deleteknp ketika kita gugup.. hal yg paling serign terjadi adalah 'megang tangan' orang lain !?!? :p hehehe.. mantap!
ReplyDeletehha tidak tahu juga :D
Deletemesti lho, tulisannya mas uchank ini bikin tersentuh. so touching.. wah :D
ReplyDeleteterimakasih sudah berkunjung :)
DeleteANJJING! TULISANMU KEREN SOB.
ReplyDelete