Pages

Abu-abu

17 August, 2013

Mungkin kau akan mendapati hari seperti itu. Kau terbangun di sebuah tempat yang entah bagaimana kau berada di sana. Kau tak ingat jelas alasan kenapa bisa kesana. Itu adalah tempat yang tak ingin kau datangi lagi. Bukan karena tak suka. Dulu, kau sangat suka tempat itu. Kau pernah pergi berdua dengan seseorang ke sana. Selalu. Setiap ada waktu tentunya. Tapi kata dulu memang tak menyenangkan untuk ditaruh pada beberapa kalimat.

Kau memperbaiki posisi duduk. Berusaha kembali mengingat alasan kenapa tiba-tiba berada di sana. Pelan-pelan membuka lemari-lemari memori di dalam kepala. Terlalu banyak kenangan bertumpuk di sana dan beberapa tak ingin kau bangunkan kembali. Karena kalau terbangun, biarpun hari begitu terik rasanya akan seperti hujan di bulan Desember. Sepi dan terasa begitu dingin.

Berjam-jam berlalu dan langit sore mengingatkanmu tentang waktu yang akan lebih sunyi. Larong-larong terbang melintasi gedung-gedung pencakar langit. Mencari cahaya. Memburu sesuatu yang lebih terang daripada mata mereka. Tapi entah bagaimana kau tak juga ingat tentang hari ini. Segala hal terasa sangat sunyi. Luka membeku. Tak ada rasa. Tak ada prasangka terhadap perasaan-perasaan yang mengambang.

Langit yang kemerah-merahan itu kemudian membara seperti api yang perlahan melahap hutan-hutan di hatimu, melumat segala yang bernafas dan ingin bertahan hidup pada nuranimu. Tak ada lagi pagi, siang, atau malam. Kau hanya melihat sesuatu yang entah itu terang atau gelap. Dunia abu-abu. 

Seorang kemudian muncul dalam dunia abu-abu itu. Kau mengenalnya. Sangat akrab dulu. Sampai akhirnya ada yang terasa membeku. Lebih dingin daripada suhu manapun yang pernah tubuhmu dapati. Tapi ternyata suhu macam itu tak hanya merambati tubuh. Ia juga menggigilkan hatimu. Kau tak lagi mengenalnya, kau tak lagi mengenal dirimu sendiri. Hitam atau putih. Pilih saja dan habislah perkara.

Entah dunia abu-abu siapa ini. Entah kau atau aku.

Bulan yang Wajar

14 August, 2013

Apakah sebuah pantai akan selalu seperti ini? Ombak yang menggulung perlahan akan menjadi beringas ketika telah hampir sampai ke tepian, memeluk karang-karang dengan lengannya yang kokoh. Adakah karang yang tabah itu merasa sakit ketika dipeluk ombak? Apakah kepulangan seseorang menjadi tidak berarti apa-apa ketika yang terkenang hanya sakit yang menggilas?

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu selalu saja menghantui kepalaku.
Tapi ternyata, pertanyaan terkadang hanya melahirkan pertanyaan lain yang harus aku jawab sendiri.

Mungkin, seperti debur ombak yang merindukan bibir pantai, debar jantungku pun tak ingin kalah. Ia selalu ingin didengarkan olehmu, dengan hati atau hanya sekedar telinga. Lalu pelan-pelan ketika orang-orang mulai mempertanyakan kita, sama seperti biasa, debur ombak akan menyamarkan debar jantungku. Bukan karena kita merasa terasing. Hanya saja, kita lebih memilih kesunyian ini untuk dinikmati berdua.

Aku suka dengan pantai pada malam hari. Selalu bisa kulihat dengan jelas rembulan di atas laut yang seakan menjelma pintu yang sinarnya beranak menjadi anak tangga cahaya. Rasanya aku ingin melompat ke laut dengan membawamu serta. Lalu berjalan menginjak tangga cahaya menuju pintu rembulan itu. Mungkin di sana ada rumah yang bisa kita tinggali berdua. Tanpa peduli lagi dengan orang-orang yang sibuk mengatur tentang cara hidup kita.

Semua hal itu hanya membuatku bingung. Aturan, adat, kewajaran, dan semua silsilah itu seakan telah menjadi semacam dogma yang harus kita terima dengan lapang. Kita tak boleh melawan, hanya bisa menerima karena begitulah adanya. Manusia, terkadang menjadi seperti Tuhan. Boleh jadi mereka menyadarinya, atau pun tidak.

Lalu kau menyapukan tanganmu di depan mataku. Membuyarkan lamunanku yang sepertinya terlalu serius menanggapi malam yang ringkih. Kau menatapku lekat, seakan khawatir tentang apa yang kupikirkan tentang kita.

“Sedang lihat apa?”

“Bulan, memangnya apa lagi.”

“Bukannya bulannya ada di sini?”

Ujung bibirmu kemudian menarik garis yang manis setelah berkata demikian. Dengan mata yang sendu dan malu-malu kau berusaha mencuri perhatianku. Iya, aku hampir saja lupa dengan sepasang rembulan di matamu itu.

Senyum kita kemudian mengembang bersama malam yang terlihat muram. Tak peduli.

what love looks like

02 August, 2013


One day, a young guy and a young girl fell in love.

But the guy came from a poor family. The girl’s parents weren’t too happy.

So the young man decided not only to court the girl but to court her parents as well. In time, the parents saw that he was a good man and was worthy of their daughter’s hand.

But there was another problem: The man was a soldier. Soon, war broke out and he was being sent overseas for a year. The week before he left, the man knelt on his knee and asked his lady love, “Will you marry me?” She wiped a tear, said yes, and they were engaged. They agreed that when he got back in one year, they would get married.

But tragedy struck. A few days after he left, the girl had a major vehicular accident. It was a head-on collision.

When she woke up in the hospital, she saw her father and mother crying. Immediately, she knew there was something wrong.

She later found out that she suffered brain injury. The part of her brain that controlled her face muscles was damaged. Her once lovely face was now disfigured. She cried as she saw herself in the mirror. “Yesterday, I was beautiful. Today, I’m a monster.” Her body was also covered with so many ugly wounds.

Right there and then, she decided to release her fiancĂ© from their promise. She knew he wouldn’t want her anymore. She would forget about him and never see him again.

For one year, the soldier wrote many letters—but she wouldn’t answer. He phoned her many times but she wouldn’t return her calls.

But after one year, the mother walked into her room and announced, “He’s back from the war.”

The girl shouted, “No! Please don’t tell him about me. Don’t tell him I’m here!”

The mother said, “He’s getting married,” and handed her a wedding invitation.

The girl’s heart sank. She knew she still loved him—but she had to forget him now.

With great sadness, she opened the wedding invitation.

And then she saw her name on it!

Confused, she asked, “What is this?”

That was when the young man entered her room with a bouquet of flowers. He knelt beside her and asked, “Will you marry me?”

The girl covered her face with her hands and said, “I’m ugly!”

The man said, “Without your permission, your mother sent me your photos. When I saw your photos, I realized that nothing has changed. You’re still the person I fell in love. You’re still as beautiful as ever. Because I love you!”

____
speechless.
we never knew the meaning of love, until someone came into our life.
source here