cerita malam di taman kota

Ada seorang sedang menyisiri jalan yang remang-remang di tengah kota. Berbicara pada malam yang redup, jangkrik yang begitu berisik, dan lampu kedap-kedip yang berbaris rapi seperti semut. Ada senja yang terpelihara di matanya, wajahnya datar menggambarkan mimik lukisan monalisa berabad lalu. Mimpinya baru saja diterbangkan kupu-kupu, terselip di antara sayapnya yang bercorak. Bukan, dia tidak sedang meratapi kehidupannya. Ia hanya mencoba menjadi lilin di tengah kegelapan, tanpa korek api. Dia hanyalah lelaki yang terlalu naif untuk mencuri cahaya dari kunang-kunang. Mungkin dipikirnya duduk di lampu sorot sebuah taman kota lebih baik dari itu. Dipikirnya tak ada yang salah dari menunggu hujan seribu cahaya di pagi yang buta. Sampai disepertiga malam, senja di matanya sudah sangat matang. Angin malam hanya memeluk tubuhnya yang ringkih seperti selimut tebal. Ada bualan-bualan sinis dari gesek rumput yang bergoyang bak penari latar. Tak kalah juga dengan suara burung ha...