Pages

Kita ada di pelabuhan

03 July, 2012


Kamu pernah meninggalkan ibumu sendiri karena punya alasan yang tepat? Aku pernah melakukannya, meninggalkan ibuku sendirian di tempat asing. Bukannya untuk sementara, sehari ataupun menahun, tapi selama-lamanya. Aku pernah protes ke Tuhan karena hal ini. Kenapa takdir begitu pelit pada kami? Kenapa Tuhan merencakan semua perpisahan ini begitu rapi?

Kalau boleh aku ingin membenci saudara-saudaraku, mereka lebih dulu meninggalkan ibu. Padahal ibu sudah merawat mereka dengan baik. Tapi mereka malah pergi tanpa memikirkan perasaannya, mungkin aku terlalu sensitif di bagian itu. Ibu begitu baik pada kami; bahkan terlalu baik, penyayang dan sering membuatku tertawa. Ibu sama halnya seperti malaikat yang punya tempat khusus di dalam hatiku, menghangatkan.

Kata ibu, dia menyayangiku dan bahagia punya anak sepertiku yang begitu keras kepala. Tapi dia juga masih tetap menyayangi saudara-saudaraku yang lain, yah walaupun mereka sudah pergi lebih dulu. Terkadang aku juga merindukan mereka. Aku merasa Tuhan tidak adil pada kami, andai saja Tuhan membiarkanku tetap bersamanya. Aku pasti sangat bahagia. Ibu sudah lebih dari cukup untuk kebahagianku di dunia yang terlalu dingin ini.

“Tuhan melihat kita nak, Dia punya rencananya sendiri untuk semua ini.” Ibu selalu mengatakan itu, selalu saja punya jawaban yang baik untuk kudengarkan. Dan ibu juga tak pernah marah pada Tuhan, ibu selalu berbaik sangka.

“Aku tidak akan meninggalkanmu ibu, tidak pernah ingin!” Ketusku padanya malam itu sampai tertidur lelap dipelukannya.

***
Sekarang, aku sudah ada di tempat terasing. Angin sudah membawaku pergi malam itu, ibu pun tak bisa menjagaku lebih lama lagi dipelukannya. Aku juga sudah tahu alasan saudaraku yang lain pergi, mereka mengisi takdirnya masing-masing. Di tebing yang curam, di taman kota, ataupun di sela-sela lubang kecil di pinggir jalan.

Dan di tempat inilah takdirku. Tinggal di tiang peyangga kapal di pelabuhan besar kota ini, bersama kerang dan kepiting merah kecil.

Di sini aku bisa melihat orang-orang datang dan pergi. Aku sudah sering melihat tangis yang tumpah dan juga kebahagiaan yang  menyeruak di tempat ini. Yah, ini adalah tempat dimana Tuhan mengajariku tentang pertemuan dan perpisahan. Ada yang pergi dan kembali lagi, tapi ada juga yang pergi tapi tak pernah kembali. Bukannya tidak ingin, tapi mereka hanya tidak bisa.

Orang-orang memujiku sebagai hal yang bisa hidup dimanapun, tapi mereka tak pernah memikirkan bagaimana rasanya hidup seperti ini, hanya terbawa angin dan mengikuti takdir.
Tuhan mungkin menciptakanku untuk ini, agar manusia lebih menghargai pertemuan dan selalu siap dengan perpisahan. Dari dandelion malang sepertiku, yang tak pernah bisa kembali pulang.

Kamu, bukan dandelion kan? Masih bisa melawan angin...
*gambar dari sini

30 comments:

  1. aku, bukan dandelion
    (jelas) masih bisa melawan angin

    *makasih postingannya chank :p

    ReplyDelete
  2. wow kisah seorang yang merantau kah? demi sebuah cita-cita great!

    ReplyDelete
  3. Bergantung kemana angin akan membawaku. Sesekali aku akan mengikutinya, sekalipun hal itu hanya untuk menyenangkan dirinya saja.

    Seperti yang selalu kukatakan pada orang-orang di sekitarku, asal ke tempat yang belum pernah kupijak, aku bersedia. Sayangnya, angin tak pernah mengatakan kemana akan mengarahkanku. :)

    ReplyDelete
  4. Waaah cerita mini yaa kak, *asumsi pribadi
    ibu yang ditinggal pergi oleh anak-anaknya untuk sebuah kehidupan yang baru. lagi. Emmm great

    ReplyDelete
  5. ibu adalah sosok pelindung yang selalu ingin memeluk seorang anaknya..

    ReplyDelete
  6. yaa.. aku juga pernah melakukannya cank... 10 tahun silam, ketika aku harus berlari mengejar mimpi di pulau seberang dan kutinggalkan Ibuku di dinginnya dekapan gunung ciremai sana... bahkan tragisnya 2 tahun setelah itu akupun tak sempat melihat senyum atau rintihannya yang terakhir... hanya gundukan tanah merah yang ketemui disana...

    pada saat itu aku juga sering kali melontarkan banyak pertanyaan pada Tuhan...
    sampai pada saatnya aku mengerti bahwa rencana Tuhan pasti terjadi,... tak ada yang bisa menyangkalnya..
    #yahh, jadi curcol lagi dah... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar kang :D
      Rencana TUhan selalu pada waktu yang tepat.
      Kita saja manusia kadang tak sabaran :)

      Delete
  7. speechless, bagus deh susunan katanya

    ReplyDelete
  8. Yaa.. Ibu, dandelion, pelabuhan, angin; mengajarkan kita tentang segala hal yg berharga.
    ^^d

    ReplyDelete
  9. Jahat banget ya buat anak yang meninggalkan ibu yang udah merawat sejak kecil --"

    ReplyDelete
  10. kunjungan gan,bagi - bagi motivasi
    Hal mudah akan terasa sulit jika yg pertama dipikirkan adalah kata SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan.
    ditunggu kunjungan baliknya yaa :)

    ReplyDelete
  11. susunan katanya bagus banget xD

    itu beneran kisah sendiri atau enggak?

    dandelion itu apaan ya?
    heehee

    ReplyDelete
  12. keren tulisannya knp ga jadi penulis ajah?

    ReplyDelete
  13. keren banget, bikin ingat ibu,.. aku juga kuliah di rantauan :|

    ReplyDelete
  14. Dimana ada sebuah pertemuan, tentu saja ada sebuah perpisahan disana :)

    ReplyDelete
  15. aku dandelion, chank
    so gimana ini?
    *memelas

    ReplyDelete
  16. bikin mata jadi becek nih..
    hehehe

    nice post gan
    :)
    jgn lupa mampir balik ya

    ReplyDelete
  17. bernasib sama bro...

    nice post.
    makasih kunjungan baliknya.
    by the way sy makassar jg.

    ReplyDelete
  18. mengingatkan saya pada MATAR.....

    ReplyDelete

speak up!