Pages

Ada yang Tenggelam

20 February, 2013


Aku mengenal seorang perempuan yang mencintai laut. Katanya, laut semacam arena yang sangat besar di kepalanya. Tempat di mana ribuan bahkan jutaan kehidupan diciptakan lalu dipermainkan oleh waktu. Tempat asal muasal dari banyaknya ordo di dunia. Itulah mengapa ia mencintai laut. Alasan yang sangat sederhana, kataku. Dia mencintai sesuatu yang melahirkan kehidupan. Seperti itu ia mencintai ibunya.

Namanya Retni. Dia memiliki mata yang unik—gerhana bulan penuh. Berwarna hitam legam dengan cahaya yang berpendar di bawah hujan. Senyumnya lebih mirip sebuah danau yang tenang tanpa riak. Ketika ia menangis, bibirnya menjadi tempat yang menampung air matanya. Dia lebih suka meminum air matanya sendiri daripada dibagi-bagi, bahkan untuk sebuah sapu tangan sekalipun.
Itu cerita yang sudah lama sekali.

Asin dan sedikit pekat, katanya suatu hari saat kutanyai tentang rasa dari air mata.

Retni suka sekali mendengar suara ombak setiap pukul 5 sore. Kecuali hari sedang hujan, dia akan lebih memilih mendengar suara hujan yang jatuh di atas genteng. Rumah kami terlalu jauh dari pantai untuk mendengar keduanya berduet. Katanya, debur ombak dan rintik hujan yang jatuh di atas genteng hampir mirip. Mereka sama-sama bersuara untuk kedamaian. Semacam simponi dari alam yang selalu bisa menenangkan hati yang bergejolak. Lebih ampuh dari mendengarkan Van Beethoven atau musik apapun yang ada di dunia.

Suatu hari Retni mengajakku ke pantai. Dia ingin menikmati langit senja yang terbakar cemburu karena melihat kami di bibir pantai. Berdua saja. 

Dia perempuan yang lucu, pikirku. Begitu mencintai laut tapi tak tahu caranya berenang. Apa dia tidak takut suatu hari nanti laut memanggilnya dalam mimpi? Dan saat terbangun dia sudah ada di atas perahu kayu yang berlubang di tengah samudera—jantung dari laut yang paling dalam. Di sana Retni bisa menenggelamkan dirinya kalau memang itu alasan dia tak ingin belajar berenang. Menenggelamkan seluruh tubuh dan perasaannya sampai ke dasar laut, tempat yang lebih pekat dari air matanya, tempat yang lebih gelap dari bola matanya.
Ah, khayalanku diterbangkan angin.

“Aneh, kenapa kau berani mencintai laut kalau memang tidak bisa berenang?” Pertanyaan itu tergelincir begitu saja dari lidahku, mungkin karena hampir mati dimakan penasaran.

Ia tersenyum sambil mendongak ke atas, melihat gumpalan awan yang lebih mirip bantal yang penuh dengan bulu-bulu angsa. Memperbaiki posisi duduk dan menghela nafas yang panjang. Dengus nafasnya terdengar jelas berbaur dengan suara angin dan burung-burung di sekitar pantai. Aku tak tahu jenis burung apa itu, suaranya parau seperti gagak tapi lebih enak didengar ketimbang gagak itu sendiri.

“Aku suka saja baunya, khas sekali. Seperti petrichor saat hujan. Aku suka mendengar debur ombak yang menyamarkan debar jantung saat dekat denganmu.” Katanya singkat dengan kerling matanya yang teduh.

Aku salah tingkah. Tanganku gagap tiba-tiba memegangi tangannya. 
Dia tersenyum lembut, lebih lembut dari kembang gula.

Kami lalu terdiam di bibir pantai itu. Saling menebak isi pikiran masing-masing. Padahal tanpa perlu menebak, Retni sudah tahu apa isi pikiranku. Sebuah rumah sederhana yang ramai dengan suara tawa dan tangis anak kecil. Aku bosan mendengar suara televisi atau radio untuk mengusir sunyi seperti saat lajang dulu.

"Tuhan, selalu memeluk kita mas. Terima kasih sudah begitu sabar menunggu." kata Retni yang tadinya begitu kelu.

Aku tahu caranya berenang, mungkin itu alasan Retni menerima lamaranku dulu. Agar saat ia pergi ke pantai ia tak perlu takut terbawa arus laut, aku akan ada di sana bersamanya. Walaupun kadang aku juga iri pada laut, kenapa ia harus menjadi alasan perempuan ini menikahiku.

Untung saja perempuan yang kudekap hangat di bawah rimbun pohon palem yang berjejer itu tidak tahu, bahwa orang yang pintar berenang belum tentu tidak bisa tenggelam.

Aku tenggelam pada kesederhanaan Retni, sangat dalam.

pict from here


39 comments:

  1. Zzzzz...
    Cepat2 mi nikah, Dek.
    Ehtapi, artinya dilumbaika' dih?
    Hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. hha ampun kak, duluan mki. tidak ji saya, ndak enakan soalnya sama senior. #ehh hha

      Delete
  2. Sepertinya ada hati yang tenggelam juga hehehehe.
    Niche blog :)

    ReplyDelete
  3. Ah penutup yang manis. Selalu terkesima caramu mengkombinasikan kata Chank. Salut...

    ReplyDelete
  4. Uchank.. Tulisanmu selalu saja bikin Galau...
    seperti Film Korea saja, endingnya susah ditebak :)

    ReplyDelete
  5. Siapa Retni? Mengapa mengingatkannya pada diriku sendiri? Tentunya dengan lelaki lain yang berada disampingku :p

    ReplyDelete
  6. Ah aku Perempuang (yang selalu jatuh cinta pada) Laut lo... ;p

    ReplyDelete
  7. Ada yang tenggelam.., sumber inspirasix dr kota makassar yg kebanjiran di'? heheh...
    ---
    teduh nyimaknya sob!

    ReplyDelete
  8. Ucank, jari-jari kamu belajar kursus di mana sih? kok bisa nulis cerita2 romantis macam giniiii. Mestinya aku belajar dari uchank nih biar bisa nulis cerita super romantiss.
    By the way, aku juga seneng banget ngeliat laut, dan bisa berenang, tapi anehnya suka mabuk laut klo naik kapal, hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. haha, ndak pake kursus mbak. tulis saja apa yang emang mau mau ditulis. romantis? hha sungguh?
      terima kasih sudah mampir :)

      Delete
  9. aaah.. ucaaank....
    tulisanmu itu... >_< kapan2 bikin perempuan (pecinta) gunung doong hahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. ampun. nanti saya coba deh ajiz :)

      Delete
    2. haiyaaah... nama ajiz ternyata nyampe makassar juga.. wkwkwk

      Delete
  10. bener, ane bukan penyuka cerita2 macam gini, tapi yang ini rasanya kok beda ya? terenyuh gimana gitu

    ReplyDelete
  11. Soo sweeet :') ternyataudah nikah ama Retni ya? hanyut sampe bacanya ! bagus bangett

    ReplyDelete
  12. berarti kalau akangnya ketemu saiia.. pertanyaan itu juga yg akan di tanyakan.. gmn bisa mencintai laut kalau gag bisa berenang.. ?!? itulah saiia :p

    kebetulan saiia ada oleh-oleh.. silahkan di ambil iia kang.. makasii :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha. gapapa, sapa tau nasibnya kayak Retni.

      siap :)

      Delete
  13. keren ceritanya, berbalut puisi, romantis

    ReplyDelete
  14. Apa itu petrichor?
    Keren ini ceritanya .. ikut2 lomba juga deh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. petrichor itu bau tanah basah waktu hujan bunda :D

      Delete
  15. manis sekali ka uchank tulisannya, suka :)

    ReplyDelete
  16. knp ketika kita gugup.. hal yg paling serign terjadi adalah 'megang tangan' orang lain !?!? :p hehehe.. mantap!

    ReplyDelete
  17. mesti lho, tulisannya mas uchank ini bikin tersentuh. so touching.. wah :D

    ReplyDelete

speak up!