Saya berterima kasih padanya untuk
cerita yang baik itu.
Saya pun tak pernah keberatan jika seseorang datang dalam hidup saya hanya
untuk berkunjung. Seperti tour wisata sebuah tempat yang mereka ingin kunjungi.
Mungkin begitu isi hati kita untuk beberapa orang. Hanya sebatas ingin datang,
lalu kemudian pergi begitu saja karena tertarik dengan tempat lain. Hati yang
lain.
Sungguh, saya tak pernah keberatan jika ada yang melakukannya pada saya. Asalkan, ketika mereka pergi tak lupa juga membawa kopernya. Pengunjung seharusnya tak boleh meninggalkan apapun di sebuah tempat. Tapi terkadang, ada juga pengunjung yang tak bisa diatur. Tak mau tahu menahu kalau hati itu tak seperti tempat lain yang ada di dunia.
Adakah kalian pernah dikunjungi seperti itu?
Pada sudut pandang saya yang masih awam ini. Kebanyakan dari kita punya alasan tertentu
untuk berkunjung pada suatu tempat. Bahkan, ada juga yang tersesat pada tempat tertentu yang mereka tak pernah rencanakan dan ketahui. Sebut saja itu takdir.
Sesuatu yang begitu misterius diantara perencanaan-perencanaan kita yang
sistematis tentang kehidupan.
Setiap orang tentu saja punya alasan untuk datang dan pergi. Setiap dari kita seharusnya mengerti itu dengan baik. Tapi hati tak pernah ingin diajak kompromi seperti itu. Dia hanya mengerti satu hal yang pasti. Bahwa dia mengerti dalam ketidak mengertiannya yang lugu. Bahwa setiap yang datang harus dibuat senyaman mungkin seperti rumah mereka sendiri. Karena terkadang, kita hanya ingin jadi tuan rumah yang baik.
Sebenarnya kita tak pernah marah pada pengunjung semacam itu. Yang datang sebentar lalu pergi karena alasan yang menurut kita tak logis. Kita hanya marah pada diri sendiri. Kita hanya kecewa pada diri sendiri. Kenapa begitu percayanya pada mereka. Kenapa sampai sebegitunya memberikan seluruh perasaan padanya. Kenapa mereka harus pergi pada saat semuanya tampak begitu cemerlang. Kenapa pertanyaan semacam itu menjadi seperti air bah yang menggilas semuanya.
Saya tahu, orang-orang yang mempercayai seseorang lebih dari dirinya
sendiri adalah mereka yang lupa dengan daratan. Lupa dengan tempat tinggal di
mana dia berpijak sekarang ini. Dunia, adalah tempat di mana segala kemungkinan
terjadi. Ya, ini bukan salah mereka sepenuhnya. Seberapapun pintarnya kita
mengakali pikiran, kita tak bisa mengakali hati. Dia bebas memilih tempatnya
sendiri untuk merasa hangat.
Teman saya juga mengatakan hal yang masih menggangu pikiran saya sampai di detik saat saya menuliskan ini. Katanya, kita bisa memilih ingin menikah dengan
siapa, tapi hati tak bisa memilih untuk terpaku pada siapa. Seketika saya
tersenyum. Sungguh, saya tak bisa menahannya kali ini. Dibalik ceritanya yang
mendung, ada hujan yang menciptakan warna-warna yang mulai kentara.
Saya hanya berharap untuk mereka yang pergi meninggalkan seseorang untuk seorang
yang lain tidak akan melakukan hal yang sama pada orang yang menjadi alasannya
meninggalkan orang sebelumnya. Saya selalu mendoakan mereka yang melakukan hal
semacam itu bahagia dengan pilihannya. Karena kalau tidak, orang yang
ditinggalkan pasti akan sangat merasa bersalah karena telah membiarkannya
pergi.
Saya juga berharap untuk mereka yang telah ditinggalkan tetap melanjutkan perjalanannya yang sempat terhambat. Kehidupan terbentang luas di depan. Masih banyak kemungkinan
hidup yang akan dihadapi. Bukankah hidup ini bukan melulu soal hati. Lihatlah dunia luar,
masih banyak orang-orang kelaparan, pembunuhan, perang, ketidakadilan, dan segala macam penderitaan
yang lebih pelik dibandingkan patah hati. Jangan merasa menjadi orang yang
paling bersedih di dunia ketika banyak hal dalam hidup yang masih luput
dari kesyukuran kita.
Oh, ya, hampir saja saya lupa. Kalian yang ditinggalkan tentunya sudah tahu bagaimana rasanya ditinggalkan seorang yang kalian percaya lebih dari diri kalian sendiri, kan? Bagaimana rasanya? Kalau kalian benar-benar memahami rasanya, jangan pernah lakukan hal semacam itu pada seseorang di masa depan. Itu hanya akan membuatmu menjadi orang paling malang di dunia.
Berkemaslah, lalu berjalan lagi sebagaimana mestinya.
I always wonder why birds stay in the same place when they can fly anywhere
on earth.
Then I ask myself the same question. ― Harun Yahya