Pages

Kepada hati untuk otak

29 June, 2012


Apa kabarmu di atas sana?

Aku harap, kau masih baik-baik saja di sana. Yah, walaupun memang semua tidak harus berjalan baik-baik saja, tapi aku harap kau masih bisa bangkit saat semua menjadi seperti yang tak kau harapkan. Aku percaya, kau selalu bisa melakukan itu.

Entah kenapa aku ingin menulis surat untukmu, bukan bermaksud apa-apa. Hanya saja, ini mungkin bentuk kerinduanku padamu. Yah, dalam bentuk yang lebih nyata. Kau bisa mengolah tiap katanya dan merasakan kerinduan yang kurasakan sekarang ini. Lagipula, aku ingin lebih dekat dengamu agar bisa mengerti jalan pikirmu itu.

Aku punya beberapa hal untukmu, untuk kita mungkin.

Hal pertama. Kau masih menyimpan rasa itu? Rasa yang pernah kita miliki bersama, dimana kita mencintai seseorang sampai tenggelam ke dalamnya: sayangnya tanpa pelampung. Untung saja, kau bisa mengendalikan situasinya. Kau menikmati alirannya, tapi juga menyiapkan dirimu saat hampir tenggelam terlalu dalam. Terimakasih sudah menyelamatkanku waktu itu, hampir-hampir terbawa arus.

Tapi aku sedikit kesal saat kita berdua bersitegang karena cinta itu. Katamu cinta harus memakai kacamata seorang pengamat ekonomi, agar cinta itu bisa tetap hidup. Yah lebih rasional katamu. Tapi aku masih ngotot saja mengatakannya, cinta hanya butuh rasa setiaku, perhatianku, dan juga surat izin dari Semesta. Kau hanya tertawa terbahak-bahak.

Hal kedua. Kau masih memikirkan orang-orang yang terlalu sensitif dan berpikir negatif itu? Orang yang menganggapmu palsu, pragmatis, atau apalah. Tunggu, kenapa kau selalu melakukan itu? Membuat dirimu sendiri lelah dengan itu. Jangan bilang kau lupa denganku? Aku di sana, sewaktu kau menghapus egomu, sewaktu kau mau menerima mereka, sewaktu kau menganggap dunia tidak mengerti jalanmu. Kalau kau sendiri, kau bisa terperangkap dengan jalan pikiran mereka. Aku selalu di sini, hanya untuk membantumu memaafkan mereka yang tak tahu apa-apa.

Lihat sendiri kan, kau punya teman-teman baik, bahkan ada yang kau namai saudara. Mereka menerimamu apa adanya, jalanmu dan semua hal konyol yang kau lakukan di dalamnya. Dan aku senang membantumu saat bersama mereka. Aku juga suka tertawa, menjadi gila, dan melakukan hal konyol bersamamu, bersama mereka.

Hal ketiga. Jangan lupa kesepakatan awal kita, entah kita menyepakatinya kapan. Tapi aku masih ingat, kau yang membuat peta hidup kita, dan aku yang menunjukkan jalan mana yang harus kita ambil. Tapi kupikir, semesta sedang berkonspirasi untuk membuat kita bingung. Siapa yang menjadi penunjuk jalan dan siapa yang membuat petanya. Untung saja kau selalu mengingat janji.

Hal keempat. Terima kasih karena kau (selalu) menerimaku kembali saat pulang setelah menenangkan diri, ini tahun yang cukup berat. Dan aku akan tetap bersamamu. Menemanimu kapanpun, kemanapun sampai suatu hari kita menemukan seseorang yang benar-benar bisa menerima kita. Tentu saja tanpa harus bersitegang lagi, memikirkan kerasionalannya ataukah kesetiaannya.


Ngomong-ngomong, semangat untuk final bulan depan. Jangan sampai meledak, okeh ini bercanda. Dari hati.

*picture from here

Rumitnya kita itu

24 June, 2012


Akhir-akhir ini aku terlalu banyak berpikir tentang macam-macam. Sudut kamar yang tak pernah mandi dengan cahaya pagi, bau ilalang di balik pagar tetangga, semangkuk air hujan di daun talas pekarangan rumahku dan langit yang menanam berhektar awan. Yang terakhir itu begitu manis akhir-akhir ini, apa lagi dipukul setengah enam sore. Melankolis katamu.

Aku juga sempat memikirkan cinta. Ah, lagi-lagi kau mengingatkanku tentang cinta. Lantas, apa yang harus kukatakan lagi tentangnya? Kau sudah begitu tahu luar dalamnya. Bagaimana hatimu tiba-tiba menjatuhkan diri, kemudian terluka, dan suatu hari sembuh lagi. Lalu, kenapa aku harus memikirkannya untukmu? Kenapa kau tak memikirkannya sendiri saja, agar kelak kau bisa menceritakan tentang biasnya, letupnya, dan kiranya itu hanya kabut di pagi yang gerimis.

Lagi pula, kenapa kita harus memikirkan tentang cinta melulu? Kenapa bukan cinta saja yang memikirkan kita, sesekalipun tak apa, agar dia tahu bagaimana rumitnya berpikir seperti ini. Tak berotak katamu.

Lucunya lagi, ternyata kitalah yang sering membuatnya rumit, karena mengajaknya bermain di dalam labirin. Dia menjadi terbang kemana-kemana, tenggelam, merangkak-rangkak, dan akhirnya gugur di bawah pohon cemara. Lihat kan, di sana juga ada tupai yang meloncat dari dahan ke dahan, membawa kenari yang disimpannya di lubang pohon. Katamu itu rumahnya, aku menyebutnya lubang pohon saja. Seperti halnya dengan cinta, kerap kali kita beradu argument, salah kaprah: padahal itu-itu saja.

Kau dan aku kemudian membajak langit, mengais-ngais awan yang keemasan. Kita mencari-cari apa yang tak sempat dicari yang lain. Mungkin suatu hari kita akan saling menemukan, kemudian tertawa lagi karena hal itu.

*gambar dari sini

Senja dimakan waktu

18 June, 2012


“Kamu masih suka laut?” tanyamu pelan disore yang mulai berwarna keemasan dengan garis-garis pantai yang mengabur. Aku suka duduk berdua seperti ini denganmu, menghabiskan waktu lelahku sepulang bekerja sambil melihat kearifan matahari dan bulan yang bertukar waktu.

“Tentu, kenapa aku harus membencinya?”

“Bukankah laut yang membawa keluargamu pergi? Jauh, sangat jauh sampai kamu merasa sendirian sekarang.”


“Lantas, apakah aku juga harus membenci Tuhan kita? Dia yang membuat daratan punya batasan yang kita sebut laut ini, jangan bilang kamu lupa sayang”


“   .….  ”

Kamu terdiam beberapa saat, menunduk sambil menggerakkan kakimu kedepan dan belakang. Mungkin aku terlalu serius menanggapi pertanyaanmu dan membuat obrolan kita yang lepas menjadi terlalu kaku. Aku masih terdiam beberapa lama karena ingin mendengar jawabanmu.
“Bagaimana kalau kita beli es krim di sana dan melupakan obrolan barusan.” Ujung garis bibirmu melebar kesamping dan memberi tiupan lembut di mataku. Ah, kamu selalu melakukan itu kalau ingin mengalihkan perhatianku.

Kamu menarik tanganku seperti anak kecil, tentu itu caramu agar tak terlihat konyol di depanku. Tingkahmu itu selalu membuat jantungku hampir melompat keluar karena saking bahagianya. Aku jadi ingat saat kita masih kuliah dulu. Tiap kali menjemputmu di pelataran kampusmu, kamu sering berlari kecil sesambil memegangi tas ranselmu. Kamu mungkin khawatir membuatku menunggu terlalu lama. Dasar kamu memang  yang terlalu baik. Sangat baik seperti biasa.

Kadang hidup memang seperti itu, selalu memberimu apa-apa yang tak pernah kita harapakan. Suka atau tidak, manis atau pahit, cepat ataupun lambat, kita akan mendapatinya kelak.

Setelah ini aku tak pernah lagi merasa sendirian. Karena kamu bersamaku, yang dengan setia menemaniku menikmati keriput di wajahku. Aku hanya ingin hidup bersamamu, selama mungkin. Kupikir Tuhan tidak keberatan dengan doaku yang satu itu. Sampai disuatu sore yang jingga nanti, kita berdua tertawa sambil menikmati teh hangat di bawah pohon jambu belakang rumah. Kita berdua, sepasang kakek nenek yang tertawa lepas melihat anak-anak kecil bermain ayunan dan perosotan.

Lagipula dari awal pertemuan kita, aku tidak ingin mencintaimu hanya karena hal-hal yang akan hilang dimakan waktu. Kalau karena hal-hal seperti itu, mungkin di usiamu yang ke-40 aku sudah punya wanita lain karena muak melihat keriput-keriput itu. Aku mencintaimu karena memang hatiku ingin, dia hanya jatuh padamu dan ingin terus bersamamu. Selalu seperti itu sampai waktu menghabis bersama kita.

Pict. from here

melihatmu bahagia selalu

08 June, 2012

Aku masih sibuk dengan hobiku sedari beberapa jam yang lalu, memperhatikanmu. Ah itu, aku senang melihatmu seperti itu. Matamu yang menyipit karena tersenyum sambil bercanda dengan penata busanamu, wajahmu yang sumringah dan suara tawamu yang menyengat kupingku, bahagianya. Gaunmu itu pasti pilihanmu sendiri, aku tahu motif favoritmu dan warna kesukaanmu yang masih saja itu.

Hari ini hari bahagia kita. Iya, rasanya aku ingin mengatakannya dengan lantang saat ini. Kenapa aku bisa sebahagia ini? Aku memperhatikan lagi setelan jasku sendiri, serba hitam seperti pemeran utama film Man In Black. Ah ini, aku lebih berwibawa rasanya. Tapi jantungku terasa aneh, kenapa detaknya berbeda? Tak seperti yang kubayangkan.

Keluarga besarmu juga datang, mereka pasti bahagia, bisa kulihat dari binar mata mereka. Kamu tak mendengar doa-doa yang manis itu? Yang mengharapkanmu bahagia dari lubuk hati mereka yang bahkan hanya Tuhan yang tahu dalamnya. Apa lagi dua saudara perempuanmu yang tersenyum menggelitik ke arahku, seperti itulah mereka menguatkanku.

Aku memasuki acara resepsi itu dengan hati yang berdebar-debar. Entah karena akan menyanyikan lagu favoritmu atau karena tak kuat melihat bahagiamu dengan lelakimu. Sungguh, ini benar-benar kebahagiaan yang dilematis. Andai saja bukan karena permintaanmu, andai saja bukan karena kamu menganggapku teman terbaik, andai saja kata pengandaian tidak pernah ada diantara kita. Apa aku boleh menulis andai saja aku yang menikah denganmu? Ah, aku bahkan tak tahu sedang menulis apa.

“Aku hanya ingin melihatmu bahagia.”
Aku masih ingat kata-kataku sendiri, kalimat melankolik yang dengan tegas kukatakan saat kita masih kuliah dulu. Tapi, apakah aku benar-benar bahagia melihatmu bahagia dengan lelaki lain? Ah Tuhan, Engkau pasti sedang bergurau denganku sekarang, dengan hatiku yang sangat kecil di depanMu ini.

Apakah aku menyesali perasaanku, hidupku, atau kemalanganku? Tidak, sungguh, ini tidak seperti kelihatannya atau apa yang ada dibaliknya. Aku memang bahagia melihat semua ini, walaupun dengan lelakimu yang aku sendiri tak pernah mengenalnya. Aku suka melihat senyummu, selalu saja ingin melihatnya, bahkan di hari yang paling memuakkan sekalipun.

Aku tak akan pernah menyesal, apa lagi saat pertama kali menaruh hati padamu. Kamu bahagia? Itu cukup, anggap saja begitu.
Karena aku sudah melepasmu, bisa bahagia sendiri kan? Kalau tak bahagia, aku masih disini. Rumah di dalam hatiku masih kuat, pondasinya bahkan. Entah kuncinya kamu sembunyikan dimana.

Aku mencintaimu, perempuan yang mempunyai prinsipnya sendiri. Selalu.
Selamat berbahagia yah teman baik...

*Menulis random ternyata aneh tapi menarik.hha *
**sumber gambar