Pages

Dibawa kemana demonstran

23 March, 2012


Akhir-akhir ini banyak yang terjadi, sekelumit drama dunia yang membuat hari saya terasa menjadi lebih nendang atau mungkin makin rumit. Pemerintahan yang memang otoriter, mahasiswa yang kritis, dan orang-orang sibuk mencaci karena terjebak macet. Apa lagi ditambah scene yang lucu dari tuan presiden dengan membawa beberapa mahasiswa yang kritis pergi ‘liburan’ ke negara lain pada saat yang bersamaan. 

Scene yang paling banyak diputar di layar tv adalah mahasiswa-mahasiswi yang sedang orasi, mendorong, menyegel SPBU dan menghancurkan mobil dinas.  Bahkan di kota saya sendiri ada oknum yang mengatas namakan dirinya mahasiswa yang menjarah gas elpiji 3kg, membakar mobil coca-cola dan mengisi bensin gratis. Kalau menurut saya sih, ini benar-benar kelewatan. Oknumnya itu benar-benar harus dikasih sanksi yang tegas. Hanya merusak citra sebuah pendidikan yang katanya tinggi !

Dan scene yang paling menggelikan adalah scene yang jarang ditayangkan di layar tv. Tapi dia merambat melalui dunia maya, tempat jejaring sosial berlalu-lalang. Orang-orang yang mencaci mahasiswa, mengatainya dan menghardik mahasiswa sebagai perusak ketentraman mereka di jalanan. Oh sungguh ini benar-benar scene yang sulit saya pahami. 
maklum nih ? karena cewek ? =="
udah avanya gak dijaga, ehh twitnya juga gak dijaga...

statusnya itu loh, nendang banget buat mahasiswa =="

#JLEB capslock di akhir kalimatnya masbro, pintar !

Mahasiswa itu membela rakyat, mereka menyuarakan suara rakyat yang akan lebih menderita karena sebuah perubahan harga. Kalau bukan mahasiswa, siapa lagi yang akan menyuarakannya ? SIAPA ? Ataukah mau didiamkan saja pemerintahan yang katanya berdaulat, adil dan makmur ini ? Biarkan pemerintah mengatur semuanya? Biarkan mereka korup seenak udelnya ?

 
Para mahasiswa itu berdemonstrasi di tengah-tengah dan di pinggiran bumi pertiwi—diatas jalan aspal berdebu. Tak peduli, knalpot dari corong-corong panjang lagi kecil dari kendaraan besi zaman abad ini menyemburkan pekat hitam yang rata-rata mencemarkan itu, masuk menyengat hidung, membuat pening bukan kepalang.
Ah tolong, mahasiswa hanya melakukan fungsinya. Asal kalian tahu apatis juga akan berlalu, sama seperti badai.

Saya hanya mahasiswa biasa yang melakukan sesuatu dengan cara saya sendiri.  Saya percaya dengan hati nurani (sedang belajar), walaupun kadang berada dalam posisi yang tidak mengenakkan,  semua pasti akan baik-baik saja pada akhirnya. Karena Malaikat di sampingmu itu begitu perhitungan, dan Tuannya tidak akan membiarkan kita dalam kesulitan terus.
Saran bagi para mahasiswa yang menyuarakan suara yang murni rakyat. Ayolah berdemo dengan akhlak yang baik dan tidak anarkis, jaga nama baik kampus masing-masing.Jangan mau menjual sebuah daya "ekspos" kepada media, Saya yakin mahasiswa yang baik tidak melakukan itu. Dan juga demi kelancaran proses pembelajaran itu maka bertindaklah seperti manusia dewasa yang bertanggung jawab. 

Pesan bagi masyarakat yang terjebak macet, sabar saja dan harap maklum, demo juga pasti berlalu sama seperti badai dan apatis tadi.
Orang hanya punya dua pilihan. Menjadi apatis atau ikut arus. Tapi syukurlah ada pilihan ketiga: menjadi manusia bebas.~Soe Hok Gie

Nb:
-Hati-hati sama kotak persegi di rumah kalian, jangan dimakan mentah-mentah!
-Oknum akan mendapatkan ganjaran yang setimpal, kalau bukan disini yah disana.

colors and promises

14 March, 2012

Saya betah berjalan dengan mu sepanjang apa pun jalan yang akan kita lewati. Saya tidak akan menjanjikan mu sesuatu yang tidak mungkin ku tepati, sekarang saya hanya ingin kita berharap dengan cara yang baik. Andai saja Tuhan memberimu kesempatan menjadi diriku, mungkin tidak akan terlalu sulit memahami ini.








Ya Allah, buatlah aku rela dengan keputusan-Mu, hingga aku tidak suka minta dipercepat apa yang Kau tunda, dan minta ditunda apa yang Kau percepat.
— Doa Umar bin Abdul Azi

Aku mengaminimu, sebagai garis pelangi yang mewarnai perasaan ini, seperti biasa.

Hampir saja saya lupa memberi tahu kalau pagi ini saya sudah resmi diberhentikan jadi detektif. Ternyata atasan saya marah besar kali ini, karena semua laporan hanya berhubungan tentang dirimu. Sebenarnya sayang juga meninggalkan pekerjaan itu, tapi sepertinya kau sudah jadi lebih baik sekarang. Dan kau juga harus fokus dengan impian mu. Bahagia saja disana, dan pasti saya juga akan baik-baik saja disini.


Keep on smiling till the end, right ? :)

Sebulan di penjara suci padang lampe

04 March, 2012

2 februari 2012 memasuki subuh, saya sudah terbangun dan di luar sedang hujan. Yah ini adalah pagi yang baru dan awal yang baik untuk memulai semuanya. Sebuah koper dengan tas ransel sudah siap menemani perjalananku. Deretan bus sudah menungguku dan mahasiswa lain subuh itu. Sekitar jam 7 pagi rombongan kelasku sudah berkumpul dan memasuki bus, raut wajah mereka bermacam-macam. Ada yang terlihat senang, gugup, malas, penuh tanya, dan ada juga yang begitu tenang.

Sepanjang perjalanan mataku hanya menerawang ke luar jendela memperhatikan hiruk pikuk kota di pagi hari. Beberapa jam kemudian semuanya berubah menjadi lebih hijau. Sawah dan bukit terlihat dari jendela kanan dan kiri bus. Saya selalu menikmati perjalan seperti ini. Walaupun di dalam bus riuh kawan-kawanku yang mendendangkan lagu sangat jelas di telinga, tetap saja terasa tenang dengan pemandangan seperti ini.

Dan setelah 2 jam perjalanan, akhirnya bus yang membawa kami tiba di pesantren Darul Mukhlisin.
Pesantren yang luasnya sekitar 50 hektar dikelilingi sawah, bukit, marmer dan pohon jeruk tak lupa juga beberapa pohon mangga. Tempat inilah yang akan menjadi tempat tinggal kami selama sebulan. Tempat yang asing, saya sedikit khawatir kalau nantinya tidak betah dan ingin pulang. Setelah turun dari bus saya langsung menuju ke pondok-pondok yang berjejer dengan rapi. Ada sebuah kertas bertuliskan 16 nama mahasiswa di depan pintu-pintu tiap kamar.
pondokan yang berjejer
Pondok A kamar ketiga, nama saya tertulis disana. Ternyata tempat tidurnya bertingkat, dan saya langsung mengambil tempat tidur ditingkat atas. Saya sudah bisa memikirkan konsekuensi tidur di tingkat bawah. Saya sudah tahu kegilaan dan usilnya teman-teman kamarku. Dan rasanya kalau tidur diatas akan sedikit lebih aman dari kejahilan mereka saat saya tertidur pulas. Hanya berharap tidak ada balsem atau bedak yang menghiasi wajah ini saat bangun.Apa lagi kalau sekamar dengan Handry, Ajab, Abhi, Agung, dan Quspa. Susah tidur, dan rahang sakit karena kebanyakan ketawa tiap malam itu sudah biasa.

Hari 1-10
Kami mulai berkenalan dengan ustadz yang ada disini, kami biasa memanggilnya ayah dan bunda. Rata-rata ayah dan bunda disini lulusan dari kairo, Mesir. Bahkan wali kelas saya bunda Faridah lahirnya di mekkah. Subhanallah, menurut saya itu tempat kelahiran yang benar-benar something.

Kami sedang belajar membiasakan diri dengan suasana baru di pesantren. Bangun jam 3 untuk shalat tahajud sampai jam 5 dan dilanjutkan shalat subuh. Setelah shalat subuh santripun mulai berdzikir sampai matahari terbit dan dilanjutkan dengan shalat duha. Lalu menuju ke kelas masing-masing untuk sarapan.
Ada 14 kelas yang diisi rata-rata 30an santri. Kami dibagi tiga kelompok untuk tugas mengangkat baki dan perlengkapan makan ke kelas setiap pagi, siang, dan malam hari. Saya mendapat tugas pagi, masih ngantuk dan ingin cepat-cepat ke pondok untuk melanjutkan tidur. Satu baki porsinya untuk 4 orang, kadang ada juga baki yang cuma diisi 2 orang. Biasanya kami langsung menculik lauk pauknya sebagian kalau sedang kesurupan sama cacing di dalam perut.

Setelah sarapan kami kembali ke pondok, memanfaatkan waktu 1 jam untuk istirahat dan mencuci pakaian kotor. Sialnya saya ada di pondok yang kamar mandinya ada di luar kamar, jadi harus antri kalau mau mandi. Kalau tidak mau terjebak dengan antrian biasanya mandinya sangat pagi sekali, saat-saat dimana santri lain sedang ada di alam mimpinya. Jam 9 pagi materi  sudah di mulai dengan mata kuliah Syariah, aqidah, al-qur’an terjemahan, dan akhlak. Tepat jam 12 materi selesai dan kamipun menuju ke mesjid untuk shalat duhur dilanjutkan membaca wirid dan satu surah. Kebiasaan di pesantren ini memang setiap shalat fardhu diwajibkan membaca sebuah surah. Kemudian setelah itu kembali ke pondok dan istirahat, mengangkat jemuran, nongkrong di kafe ( baca: warung ), dan tidur.
depan kamar langsung keliatan jemuran dan pemandangan bukit
Saat ashar selesai  kami bisa menikmati suasana disini, begitu tenang dan damai. Ada yang pergi bermain bola di lapangan rumput, main bulu tangkis di aula, badminton, takraw dan ada juga yang masih sempat menelpon kekasihnya yang jauh di kota. Saya sedang bersemangat main bola, entah hiburan apa lagi yang bisa saya nikmati disini selain olahraga ini. Setelah keringat bercucuran kami antri lagi untuk mandi. Antrian mandi di sore hari itu benar-benar bikin kaki pegal. Untungnya kami para pria punya cara sendiri keluar dari antrian dan menikmati mandi sore. Mandi di dekat sawah memakai selang air yang seenak jidat dibuka tutup. Kami mandi seperti sapi yang disiram seorang peternak, benar-benar gila dan kacau.

Setelah maghrib, seperti biasa tiap kelas membuat khalakah kemudian membaca wirid dan Yasiin yang dilanjutkan dengan dzikir sampai adzan isya dikumandangkan. Setelah Isya kami kembali ke kelas untuk makan malam dan mengikuti materi praktek tentang hafalan surah pendek, doa sehari-hari, dan bacaan shalat. Jam 10 semua kegiatan sudah selesai, kami bisa kembali ke kamar masing-masing.

Biasanya saya berniat langsung tidur kalau sudah sampai di kamar, tapi tidak pernah  berhasil. Anak-anak selalu mengeluarkan senjata andalannya tiap ada di kamar. Cemilan ! Siapa yang bisa menolak godaan cemilan disaat-saat seperti ini? Ya saya benar-benar tidak enak hati kalau tidak ikut gabung, atau mungkin saya yang out of control tiap melihat makanan. Apa lagi ditambah dengan perbicangan gila dengan teman kamar, sempurnalah begadang konyol di tempat ini. Tidur jam 12 dan bangun jam 3, entah sampai kapan saya bisa bertahan kalau seperti ini terus.

Hari 11-20
Ini adalah masa-masa dimana persediaan makanan yang dibawa di dalam koper menipis karena tidak terkontrol dengan baik. Ini adalah masa-masa yang bisa saya sebut dengan galau. Ini adalah masa-masa dimana kerinduan akan rumah mulai terasa, makanan rumah dan tentu saja orang tua. Saya mulai terbiasa dengan gedoran pintuh dari ayah-ayah yang membangunkan kami jam 3 pagi. Dengan bintang-bintang yang terlihat lebih banyak dari biasanya.

Ternyata subuh adalah waktu yang sangat intim dan nyaman untuk bercengkrama dengan Allah. Kesunyiannya tak terkalahkan waktu yang lain. Saya baru merasakan keintiman subuh seperti ini, hanya suara-suara jangkrik yang menemani perjalanan menuju ke mesjid.

Hadist-hadist teladan yang dibacakan setiap selesai shalat fardhu mulai terbiasa di telinga, tak ada lagi gumaman “Ayah mau kembali ke kamar, mau tidur.” Semuanya sudah mulai terbiasa kecuali orang-orang yang hatinya membatu. Ada juga orang seperti itu, kerjanya hanya makan dan tidur. Wataknya masih buruk sama seperti hari-hari biasa di kampus, harta dan wanita jadi bahan omongannya tiap hari. Kalau waktu shalat selalu mengulur waktu dan sengaja terlambat datang ke mesjid supaya tidak shalat sunnah. Yah sebenarnya Allah tidak memilih-memilih dalam memberikan hidayah, hanya saja kadang kita manusia terlalu angkuh membuka diri kepada-Nya. Semoga Allah melunakkan hati yang membatu.

Di depan kamar saya ada sebuah pohon mangga yang besar. Kalau kata orang-orang disini, pohon mangga itu ada penghuninya. Tak jarang ada penampakan disana. Yang lucunya lagi, kalau kita melihat ke atas pohon mangga ini buahnya sedikit, bahkan hampir tak ada. Tapi entah kenapa selalu saja ada buah mangga yang jatuh tiap hari. Teman saya selalu memunguti mangga-mangga ini tiap pagi, dan membawanya kamar dan kami makan ramai-ramai. Pohon mangga yang baik menurut saya.

Dan iya, minggu ini adalah masa-masa dimana kita mengenali diri sendiri. Shalat taubat dan mengenang dosa-dosa yang pernah kita lakukan, menyesalinya, menangisi dan berjanji tak akan pernah melakukannya lagi. Santri disini sudah tidak sungkan menangis di dalam mesjid saat mengingat dosa yang pernah diperbuatnya selama ini. Apa yang membuatmu malu menangis di hadapan Allah ? Tidak ada. Iya kami pria juga bisa menangis,dan  itu bukan sebuah kelemahan seperti anggapan sebagian orang selama ini. Itu hal manusiawi yang memanusiakan kita.

Hari 21-end.
Perlombaan Asma’ul Husna  antar kelas sudah diumumkan. Kelasku aneh, kelas lain sudah latihan dengan intensif tapi kami sama sekali belum memulai apa-apa. Semuanya cuek, dan hanya memikirkan diri sendiri. Sampai ada seseorang yang bilang “ Ini bukan untuk kita, tapi untuk ayah Ilyas dan bunda Faridah wali kelas kita, jangan bikin malu yang penting kita tampil dulu.” Semuanya mulai sadar dan memulai latihan H-2 sebelum hari perlombaan. Yang harus dibawakan saat perlombaan nanti adalah Asmaul husna, shalawat, dan kemudian lagu pilihan. Kami mulai menghafal lagu pilihan yang sudah disetujui forum kelas, lagunya Haddad Alwi yang berjudul rindu Muhammadku.

Mulai dari koreografi dan liriknya kami pikirkan di kamar setelah shalat Ashar. Kamar yang sebenarnya untuk tempat istirahat sekarang menjadi ruang rapat dan latihan dadakan. Sampailah pada hari H-nya, dan kami mendapat no.14, itu berarti tampil paling akhir. Aula sudah mulai bising dengan penampilan-penampilan yang membuat kelas kami menjadi minder. Kami keluar dari aula untuk mencari ruangan kosong, dan sekali lagi kami latihan. Mengatur koreo yang kacau dan menambahkan hentakan jari dibeberapa lirik.
“Ingat ini untuk Ayah dan bunda, jangan bikin malu.”

Dan akhirnya kamipun tampil beberapa menit sebelum shalat duhur. Anak-anak mulai memasuki panggung dengan 3 barisan yang tersusun rapi seperti yang sudah disepakati.
“Subhanallah….”  Barisan pertama duduk tahiyat.
“Alhamdulillah….” Barisan kedua duduk dengan bertumpu pada lutut.
“Wala ilaha illallah…..” Barisanku tetap tegar berdiri dan melangkah sedikit kedepan.
“ALLAHU AKBAR !!” semuanya serentak mengangkat tangan kanan ke atas, dan kamipun memulainya.
coba tebak saya ada dimana.hha
Nasyid hari itu berjalan dengan lancar walaupun sempat terjadi cekcok dan kekacauan karena beberapa orang yang tidak sepaham saat latihan. Semuanya hanya untuk penampilan hari itu, apapun hasilnya nanti yang jelas kami sudah tampil disaksikan oleh Ayah dan bunda.

***
di kelas bersama dengan ayah Wahyu yang mengajar al-qur'an dan terjemahan
Entah kenapa hari terakhir menjadi hari yang begitu dilematis. Antara ingin pulang dan menetap lebih lama disini. Ayah dan bunda yang begitu baik dan sabar dalam mendidik kami, tentu saja menjadi hal yang membuat orang-orang yang hatinya tidak membatu menjadi sangat sensitif hari itu. Ayah Ilyas yang dengan kesederhanaan dan pengertian yang begitu tinggi. Bunda Faridah yang galak dan tegurannya memberi pelajaran, yang kata-katanya sarat akan makna yang terukir dalam. Ayah Ahmad, ayah Rahim, Ayah Wahyu dan semua ayah bunda yang tak bisa ku tuliskan disini. Semuanya punya kesan tersendiri di dalam hati.

Pagi itu setelah shalat duha, kami mencium tangan mereka. Salam perpisahan, ucapan terimakasih, permintaan maaf, dan doa agar kami bisa menghadapi dunia luar. Entah dari 400 mahasiswa ini siapa yang akan bertahan sampai akhir hayat dengan ilmu yang diterimanya disini.
Pesan dari ayah “ Kalau tidak bisa dikerjakan semuanya, jangan ditinggalkan semuanya apa lagi shalat.”
"Ayah bunda, lihatkan kami juara satu. . ."

Ini catatan khusus untukku agar selalu bisa mengingatnya lagi.

Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda, Bagaimanakah pendapatmu seumpama ada sebuah sungai di muka pintu salah seorang dari kamu, lalu ia mandi daripadanya setiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” Nabi saw bersabda, “Maka demikianlah shalat lima waktu, Allah akan menghapuskan dosa-dosa dengannya.” ( HR.Bukhari – Muslim )